Oleh: Anis Munawaroh XI-IPA
& Andini Oktavia (IX-D)
Menghilangnya kesan bahwa madrasah
bukan pendidikan kelas dua tidaklah mudah. Walaupun kadang pembandingnya tidak
seimbang. Satu sisi sekolah dikatakan lebih unggul dari madrasah, padahal
negeri ini jelas-jelas hampir tidak pernah absen memperhatikan lembaga madrasah
karena sifat dan karakter madrasah berbeda dengan sekolah. Sementara madrasah
baru diperhatikan secara serius utamanya setelah dikeluarkannya UU No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Itupun belum merambah pada keseluruhan
aspek yang dibutuhkan bagi keadilan perlakuan pendidikan dinegri ini.
Transformasi dari madrasah pinggiran
menjadi madrasah kelas menengah. Dari madrasah kumuh menjadi madrasah kukuh.
Dari madrasah kelas dua menjadi pilihan utama. Tidak heran jika Direktorat Madrasah
Ditjen Pendidikan Islam Kementrian Agama RI membuat slogan “Madrasah lebih
baik, lebih baik madrasah” Meskipun demikian, untuk di daerah 3T (terdepan,
terluar, dan tertinggal) masih terdapat madrasah yang baru pada tahap pencarian
jati diri, kemudahan akses dan belum pada pola berpikir tentang mutu. Biasanya
masalah yang dihadapi mereka adalah banyaknya gedung yang perlu direnovasi,
daya saing yang kurang tinggi sempat isu putus sekolah karena ketidakmampuan
pembiayaan.
Kementrian agama yang mengatakan
“Madrasah lebih baik, lebih baik madrasah” patut pendapatkan apresiasi positif
dari kalangan madrasah dan masyarakat. Karena hal itu bisa menjadi penyemangat
dan pemotivasi untuk melakukan kerja nyata, kerja keras, kerja cerdas, kerja
tangkas dalam meningkatkan mutu madrasah.
Di manapun shobat mencari ilmu, dia
adalah intan berlian, sekalipun dalam kubangan kotoran dia tetaplah intan
berlian, yang jika kau temukan harganya sungguh tak terkatakan. Shobat pernah
tidak, menemui teman ataupun kerabat yang merasa malu dengan sekolahannya,
karena dirasa tidak memiliki nama besar atau berada di jurusan yang tidak
dikenal dan dipandang sebelah mata. Lebih jengkel lagi adalah, ketika menemui
orang, yang diatur oleh Allah SWT. mendapatkan sekolah yang memiliki nama besar
tapi ikut memandang sebelah mata temannya yang tidak seberuntung dia. Merasa
bahwa dia lebih hebat, berhati-hatilah sombong dan bangga itu bedanya sangat
tipis Shob, dan kadang kita tidak bisa membedakan.
Sungguh ilmu itu adalah rahmat,
dimanapun Shobat mencarinya dia akan tetap berharga yang membedakannya hanya
satu yaitu usahamu dalam mencari, mempelajari dan mengamalkannya. Sedih ya Shob
rasanya, melihat generasi sekarang ini ilmu hanya dijadikan komoditas
perdagangan, melihat generasi muda menuntut ilmu hanya arena ingin cepat dapat
pekerjaan setelah lulus ataupun karena ilmu yang dipelajari memiliki gengsi
yang tinggi. Maka tidak heran ketika sekarang ini, hasil lebih diutamakan
daripada proses dari sejak sekolah dasar hingga SMA tidak pernah ditekankan
pentingnya menuntut ilmu. Yang ada hanya penting lulus (belajar agar dapat
nilai bagus dan lulus ujian atau tes)
Shobat hendak menuntut ilmu di sekolah
yang tidak terkenal ataupun di sekolah yang terkenal, itu semua tergantung diri
Shobat masing-masing, itu hanyalah alat dari Allah SWT. agar Shobat bisa
menadaptkan rahmat berupa setetes kecil ilmuNya. Semua tergantung niat Shobat.
“Barangsiapa mencari ilmu yang
seharusnya dicari untuk mengharapkan wajah Allah, namun ternyata ia tidak mempelajarinya
melainkan untuk mendapatkan satu tujuan dunia, maka ia tidak akan mencium
wanginya surga pada hari kiamat” (al-hadist)
Begitu banyak ilmu yang tidak bisa
kita manfaatkan, sementara ilmu adalah hal yang akan dipertangggungjawabkan
atas kepemilikannya. Dan saat ini Shobat terus-menerus mengumpulkan ilmu,
hingga buram nama yang harus dimanfaatkan dan mana yang tidak dipakai, kita
menambah beban pertanggungjawaban kita kelak.
Dilain lagi, bukankah selama ini yang kita temui
mengejar ilmu untuk kehidupan dunia? Mengejar dunia? Maka berkah ilmu hanya
akan sampai manisnya dunia yang mungkin hanya bisa Shobat rasakan sampai usia
40 tahun, setelah itu sakit dan mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar