Sabtu, 19 Desember 2015

Menanamkan Pilar-Pilar 6S



Istilah “6S” tak asing di telinga kita. Al-Musthofa pasti mengajarkan kode etik. Namun, apakah stabilitas penerapan 6S masih dijunjung tinggi oleh setiap siswa? Apakah Shobat mengetahui definisi 6S yang sesungguhnya?
 Kamus turun langsung ke lapangan menelusuri masalah 6S. Kamus interview Shobat tentang 6S di kalangan Al-Musthofa.
Ternyata berdasarkan prosentasi, memang ada yang tidak mengetahui arti 6S. 21.5% siswa tidak tahu makna 6S karena malas menghafal, selain itu ada juga baru masuk Al-Musthofa. Adapun siswa yang faham. Sebanyak 78.5% siswa mengetahui makna dari 6S.
Pertanyaannya, Apakah Shobat sudah menerapkan 6S? Survei menjawab ada 52,5% siswa Al-Musthofa sudah menerapkannya. Sebaliknya, sebanyak 18,5% siswa menerapkan sebagian. Sayangnya, masih ada 21% siswa belum menerapkannya.
Penerapan 6S juga mereformasi kualitas pendidikan. 6S juga memiliki visi membentuk karakter yang berakhlakul karimah. Bagi 88%  siswa sepakat dengan argumen ini. Alasannya, dapat melatih dan mengajarkan budi pekerti yang bermutu bagi seorang pelajar. Sisanya 12% berpendapat tidak setuju. Kata mereka 6S tidak penting dan malas untuk menerapkannya.
Seperti yang kita ketahui, di Al-Musthofa telah menerapkan 6S. 6S merupakan singkatan dari sapa, salam, salaman, senyum, sopan, dan santun. Kita dapat mengamalknannya dimana saja. Baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Ada 40% siswa menerapkan nilai 6S dimana saja. Namun 60% siswa memilih hanya menerapkan di Madrasah. Mungkin bagi yang lebih memilih menerapkan di Madrasah di latar belakangi karena menghindari kasus. Padahal Shobat, 6S ini bagus untuk membentuk karakter siswa yang baik. Menerapkan 6S sebenarnya tidak sulit. Tergantung pribadi pada setiap insan. Hal ini dibuktikan bahwa 64,3% siswa senang menerapkannya, karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Sebagian besar 35,7% berat hati untuk menerapkan 6S.
Tunggu! Shobat, 6S pasti memiliki visi yang bermutu. Untuk siapa tujuan 6S? Bagi 11,9% siswa 6S berguna untuk diri sendiri. Bahkan, 19,9% merasa 6S lebih penting untuk guru. Sedangkan sebanyak 76,2% menyatakan 6S paling benar untuk semua orang.
 “Kacang tidak meninggalkan kulitnya”. Seperti cerminan pundi-pundi kebaikan. Siapakah yang menjadi cerminan 6S? 19% kamu cocok sebagai panutan 6S. Sedangkan 19% berpendapat teman kita dijadikan sebagai tolok ukur penerapan 6S. Prosentasi siswa yang setuju bahwa guru dijadikan contoh 6S sebanyak 62%.
Di sekolah pasti ada yang melanggar norma-norma peraturan. Entah melanggar di dalam sekolah atau di luar sekolah. Terkadang, ada juga siswa terjerumus berbuat hal-hal negatif bersama ajakan jelek temannya.  Apakah Shobat pernah melanggar 6S? Atau apakah Shobat pernah melihat guru atau teman yang melanggar peraturan 6S? 25,5% siswa pernah melakukan pelanggaran. Ada 66% siswa menjadi saksi pelanggaran 6S terhadap perbuatan temannya. Dan ada juga 19,5% siswa pernah melihat guru melanggar 6S.
Siswa juga bersikap kritis jika melihat temannya yang melanggar peraturan. Seperti 71,4% siswa menasehati temannya yang melanggar peraturan. Ada 16,7% siswa melaporkan insiden ketika temannya melanggar peraturan. Sebaliknya, 11,9% siswa membiarkan temannya yang melakukan pelanggaran.
Menurut Shobat 6S merupakan tata cara untuk membentuk karakter siswa yang berakhlakul karimah serta disiplin. Nilai dari 6S juga dapat menjalin silahturahmi terhadap sesama saudara.
Jadi saran Kamus, Shobat lebih baik mengamalkan 6S. Baik di mana saja, kapan saja, dan dengan siapapun. Mengeksplorasikan diri menjadi pribadi yang berakhlak budiman. (AA,SI,FD)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto