Jumat, 04 Desember 2009

Taksi Itu........ (bag. 1)
: Alvin Catra Fuady

“Horee.... aku diterima Nek!” teriak Radit tiba-tiba. Tentu saja neneknya yang sedang terpekur ngantuk disore itu kaget bukan kepalang.
“Adiii...t, kamu ini bikin Nenek kaget saja, nggak pakai teriak nggak bisa ya?” neneknya pasang muka marah. Kelihatan sekali kalau marahnya Nenek hanyalah pura-pura. Sebab mana bisa marah dengan Radit yang sebatang kara tersebut. Sejak kecil memang Radit tinggal di Neneknya karena ditinggal Ibu dan Ayahnya meninggal karena kecelakaan.
“Eh..iya nek maaf. Habis saking senangnya nek. Sebab saya diterima di Universitas Brawijaya Malang Nek,” lanjut Radit.
“Benar begitu Dit? Kamu memang cucu nenek yang pintar. Selamat ya. sekarang kamu siap-siap mandiri ya. kamu khan akan kos di sana.”

***
“Ah...akhirnya kita sampai juga,” kata Radit terengah-engah kepada ketiga temannya yang sama-sama dari Surabaya.
“Haus nih, Dit minta minumnya gih!” kata Diana yang juga tak kalah letihnya.
“Nih, betul khan nggak jauh, gitu aja kamu mintanya ngojek yang ongkosnya mahal banget tadi,” kata Radit sambil menyodorkan botol air mineralnya.
“Ya nggak jauh, tapi tetap saja aku kecapekan. Habisnya kita khan bawa tas yang sangat berat!” bantah Rini yang saking capeknya sampai meniduri tas yang dibawanya.
“Sudahlah yang penting kita sekarang sudah tiba di rumah kos kita ini,” kata Ari mencoba menengahi.
“Dit, benar nih rumah yang akan kita tempati?” tanya Diana penasaran.
“Ya benar dong, emang kenapa?” Radit balik bertanya.
“Kayaknya ada yang aneh deh, masak rumah sebesar dan sebagus ini, koq ada taksi jelek di depannya. Apa nggak salah tempat tuh taksi.”
“Menyeramkan ya Ar?” Rini bangun dari tidurnya.
“Iya..ya ah tapi masak bodohlah. Yang penting kita dapat tempat kos yang besar dan murah. Tahu khan rumah ini kita disuruh menempati berempat dan hanya membayar 200 ribu.”
“Tahu...tahu, itu berarti kita masing-masing cuma bayar 50 ribu.” Sergah Rini.
“Iya Rin, padahal ditempat lain khan kita diharuskan bayar 100ribu perorang.” Tambah Diana.
“Eh koq ngomong terus sih, yuk kita masuk. Mandi dan tidur dulu. Capek banget nih!” ajak Radit.
Akhirnya mereka masuk dengan kunci yang diberikan oleh pemilik kos tadi pagi. Memang suasananya agak lain dibandingkan rumah di sekelilingnya. Di sekitar rumah banyak tumbuh pohon yang besar-besar. Rimbun. Dan tentu saja menambah kesan angker rumah tersebut. Tapi siapa peduli. Diantara mereka berempat tak sempat memikirkan hal tersebut. Yang penting dapat rumah kos yang besar dan tentu saja murah.
***
Malam hari tiba. Setelah hampir empat jam mereka istirahat. Kini mereka sedang menikmati acara televisi yang kebetulan menayangkan film nasional Kuntilanak 2.
“Ar, pindah dong channelnya. Serem. Kamu tahu khan aku paling nggak suka lihat film horor!” kata Rini.
“Kamu ini cerewet banget sih. Yang nggak suka khan cuma kamu. Jadi ya ngikut aja non,” jawab Ari.
Tok..tok.. ketukan pintu terdengar dari depan. Sejenak mereka berpandangan. Baru sehari mereka tinggal di rumah ini koq sudah ada tamu ya.
“Rin, buka dong pintunya!” suruh Radit.
“Enaknya kamu sendiri dong,” elak Rini.
“Tanggung nih, acaranya lagi seru nih.”
“Hah, kalian ini buka pintu aja pakai bertengkar dulu. Aku saja yang bukakan” kata Diana sembari beranjak dari duduknya.
Dibukalah pintu itu. Ternyata yang mengetuk pintu adalah seorang cewek. Cantik sekali tapi aneh. Bibirnya bukannya kemerahan melainkan putih seperti habis kena tepung. Sedangkan sorot matanya kosong. Memakai baju bagus sekali putih semua. Diana terhenyak. Perasaan aneh menggelayut.
“Ada apa mbak?” tanya Diana mencoba mengusir perasaan aneh tersebut.
“Baru tinggal di sini ya mbak?” tanya gadis itu tanpa ekspresi.
“Iya..Mbak ada perlu dengan kami?”
“Nggak Mbak, cuma mau mengucapkan selamat ya berani tinggal di sini, hati-hati ya Mbak. Saya tinggal di sekitar sini. Kalau ada perlu tinggal panggil saya ya?” lagi-lagi tanpa raut muka yang jelas.
“Oh gitu, ya Mbak nanti saya kasih tahu teman-teman, rumah Mbak sebelah mana?”
“Besok aja saya kasih tahu. Permisi Mbak,” cewek itu pamitan tanpa minta persetujuan Diana langsung balik jalan.
“Siapa Din, kamu suruh masuk orangnya,” teriak Ari dari dalam.
“Tetangga kita, cewek Ar!” teriak Diana sambil menoleh ke dalam. “Mbak...” belum sampai diteruskan kata-kata Diana cewek itu sudah tidak ada padahal dia barusan pamitan sedangkan jarak antara teras dan pagar halaman lebih dari 50meter. Aneh, kuduk Diana seketika berdiri. Udara dingin menusuk badannya karena angin tiba-tiba berhembus. Cepat-cepat Diana menutup pintu dan agak berlari masuk ke dalam ruang santai.
“Mana ceweknya?” tanya Ari celingak-celinguk.
“Langsung pulang, Ar,” jawab Diana.
“Lho koq pulang, nggak kamu suruh masuk. Kamu koq kelihatan kedinginan Din?” tanya Radit.
“Maunya gitu, tapi dia keburu pulang. Ih..aneh deh cewek itu cantik tapi wajahnya kelihatan kusut dan agak pucat. Jangan...jangan..”
“Jangan-jangan apa Din?” tanya Rini penasaran memotong Diana.
“Sepertinya cewek itu bukan cewek biasa deh. Apa hantu? Hih....” Rini langsung beringsut mendekati Radit. Minta perlindungan.
“Kamu ini, ada-ada saja. Masak di tempat yang ramai begini ada hantu sih. Kita khan nggak di kuburan Din.” Bantah Ari.
“Eh, aku nggak ngarang nih, sebab waktu kamu tadi teriak dan aku menjawab khan ngomong membelakangi cewek itu. Nah, ketika aku menoleh cewek itu sudah nggak ada padahal dia barusan berjalan ke pagar, Ar.” Rini semakin merapatkan badannya ke Radit.
“Apa iya dia hantu. Ah..sudahlah kita tidur yuk, eh tapi sebentar cewek itu ngomong apa tadi?” tanya Radit juga merapatkan badannya ke Rini. Kelihatan sekali kalau memanfaatkan kesempatan.
“Dia cuma memberi selamat karena telah berani kos di sini.”
“Cuma gitu aja?” tanya Radit. Diana menggangguk. “Kos koq dikatakan berani ya?”
“Nah itu anehnya. Ah..sudahlah kita tidur ngantuk nih. Eh Rin lepasin tuh tangan Radit. Ketahuan pacar Radit tahu rasa kamu.” Rini buru-buru melepaskan tangannya dari Radit dengan tersipu-sipu. Baru sadar kalau dari tadi dia memegang tangan Radit.
***
Pagi-pagi sekali Diana bangun. Sementara temannya masih memeluk bantalnya masing-masing. Tidurnya malam tadi nyenyak sekali. Mungkin karena kecapekan setelah beres-beres rumah bersama teman-temannya. Rencananya pagi ini dia akan berbelanja. Tapi dia nggak tahu belanja kemana dia khan barusan kos di sini.
“Ah, tanya cewek kemarin ah.” pikirnya. “tapi dimana ya rumahnya, kemarin dia kan belum menunjukkan arahnya, ah masa bodo keluar dulu dari rumah ini nanti kan ada orang yang bisa kutanya.” Diana ngomong dengan dirinya sendiri.
Sesampainya di luar Diana celingak-celinguk sepi sekali. Padahal hampir pukul 05.30 Apa karena udara yang sangat dingin. Malang, ya Diana baru sadar kalau Malang adalah tempat dingin. Tiba-tiba mata Diana tertumbuk dengan sesosok bayangan. Tidak salah lagi bayangan itu adalah cewek yang kemarin malam datang kerumahnya.
“Hai..Mbak saya mau tanya?” teriak Diana. Cewek itu menoleh dengan tatapan dingin sejurus kemudian cewek itu langsung berbalik arah tidak menghiraukan Diana.
“Mbak, ini saya yang kos di rumah ini!” Diana berteriak lagi. Cewek itu semakin menjauh seakan-akan tidak mendengar suara Diana lagi. “Huh, katanya kemarin mau bantu aku. lha koq dipanggil cuek bebek gitu!” gerutu Diana. Untunglah sebentar kemudian lewat seorang ibu dan langsung ditanyai Diana. Ibu itu dengan ramah menunjukkan arah jalan ke pasar yang paling dekat. (bersambung)
***

1 komentar:

  1. Udah cukup serem tapi perlu di kasih sedikit luconan(lelucon) biar sedikit ada hiburannya di dalam kismis itu
    (Desy Lusiana(8) 9a)

    BalasHapus

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto