Jumat, 04 Desember 2009

Bintang Sinari Aku Cinta
Oleh: Tri Kurnia Wati.


Berawal dari persahabatan, Liana tak pernah kesepian lagi dan tak pernah melamun sendirian. Kania, Rista, dan Selmalah yang selalu menghibur Liana agar dia bisa melupakan masa-masa yang membuat Liana bersedih.
Sebut saja Dian. Dian adalah cowok yang sudah mengkhianati kesetiaan Liana. Oleh sebab itu, Liana nggak mau pacaran lagi sebelum Liana menemukan cowok yang benar-benar bisa membahagiakannya.
Pagi hari yang cerah mereka pergi jalan-jalan untuk menghibur Liana.
“Li, sebenarnya kamu masih cinta kan sama Dian?” tanya Kania.
“Sorry, aku nggak mau bahas Dian lagi,” jawab Liana.
“ BeTeWe and the way busway, karena yang punya masalah sudah nggak mau bahas jadi ya sudah nggak usah dibahas, Nia,” tambah Desty
“He diam sebentar ada cowok keren tuh di depan” cerocos Rista
“Eh Ris, kamu tuh kenapa sich? Kok senyum-senyum sendiri,” kata Selma.
“Itu tuh ada cowok oke banget.”
“Udah ah cowok melulu, itu khan Riyan, kita belanja yuk…” ajak Selma
Merekapun belanja, lagi asyik-asyiknya memilih barang tentu mereka tidak sadar ketika sudah saling berpencar.
“Sendirian, Li?” suara Riyan mengagetkan Liana.
“Eh... kamu Yan. Basa basi ya tahu sendiri khan aku tadi sama teman-teman?”
“Tahu aja kalau basa-basi. Sebenarnya heran tumben kamu ke mall. Biasanya kamu khan paling anti dengan jalan-jalan apalagi shoping seperti sekarang.”
“Iya nih Yan. Ini tadi juga nggak sengaja ikut.”
“Maksudnya?” tanya Riyan keheranan.
“Tadi sebetulnya sih nggak mau ikut tapi teman-teman maksa ya ikut deh.”
“Ohh..gitu. koq nggak sama Dian?” Seketika wajah Liana berubah. Kelihatan sekali kalau dia tak suka mendengar kata Dian. “Kenapa Li koq wajahmu berubah, apa ada yang salah dengan pertanyaanku?” Riyan jadi penasaran.
“Kamu nggak tahu ya kalau aku sudah putus dengan Dian 2 bulan yang lalu,” raut Liana semakin sedih.
“Aduh maaf Li, aku nggak tahu, bukankah kalian begitu saling mencinta?”
“Memang yan, kami saling mencinta, tapi itu dulu. Ternyata cinta Dian tidaklah sebesar cintaku, aku dikhianatinya.”
“Koq kamu tahu ka..,” belum sampai berlanjut omongan Riyan tiba-tiba...
“Hayooo...ngomong apa nih?” serempak Kania, Rista, dan Selma bertanya.
Kontan Riyan dan Liana kaget.
“Kalian ini bikin kaget saja. Belanjanya udahan belum?” Liana mengalihkan pembicaraan.
“Sudah nih. Ini sudah kami bayar ke kasir. Kamu belum khan. Cepetan sana!” suruh Kania.
“Eh karena kalian berdua masih bayar sedangkan hari sudah sore, aku duluan ya?” kata Selma.
“Iya nih aku juga mau pulang,” lanjut Kania.
“Bagaimana kalau Liana kamu antar Yan?” tanya Rista.
Liana dan Riyan berpandangan. Sebentar kemudian.
“Oke.. siapa takut. Mengantarkan bidadari ke kahyangan,” gurau Riyan. Liana jadi tersipu.
***
Dua minggu berlalu. Kesedihan Liana berangsur hilang karena patah hati. Malam Minggu Liana jalan-jalan ke alon-alon. Sendirian? Tentu saja sebab sohib-sohibnya sejak sore meninggalkan dia tentu saja dengan pacar mereka masing-masing. Bengong sendirian di tengah alon-alon tiba-tiba matanya tertumbuk dua sejoli. Ah betapa sakit hatinya. Sebab mereka adalah Dian dengan pacar barunya. Segera dipalingkan mukanya agar sakit hatinya tidak semakin berlanjut.
“Pak, jeruk hangat satu,” pesan Liana kepada penjual di sebelahnya.
“Iya neng.”
“Berapa Pak?”
“Seribu lima ratus neng”
“Ini pak uangnya.” Liana kaget sebab Riyan tiba-tiba sudah ada di sampingnya dan langsung membayar minuman pesanannya tadi.
“Eh kamu Yan, makasih ya. Kamu sendirian ya?” tanya Liana basa-basi.
“Tentu dong aku khan masih jomblo, sama seperti kamu khan juga sendiri dan sakit hati melihat Dian tadi?”
“Sok tahu kamu,” Liana memukul Riyan. Tentu saja Riyan kesakitan. “Eh maaf nggak sengaja.”
“Nggak pa-pa sekali lagipun aku mau.”
“Enaknya,” Liana memonyongkan bibirnya. Riyan spontan tertawa melihat ekspresi Liana yang juga ikut tertawa.
Sejurus kemudian mereka diam.
“Eh Li, tahu nggak ada seseorang yang sangat senang ketika mendengar kamu putus sama Dian lho,” kata Riyan memecah kesunyian.
“Kurang ajar banget tuh orang, ada orang patah hati koq malah senang. Kamu tahu siapa dia Yan?” Liana jadi jengkel dan penasaran mendengar info itu.
“Nggak usah, nanti juga kamu akan tahu sendiri, memangnya mau kau apakan orangya” elak Riyan.
“Ku hajar sampai mati aja. Tak punya perasaan, huh!”
“Sudahlah nggak usah ngomong itu, ngomong lain aja oke!”
“Nggak ah..pulang aja, anterin aku yuk..” pinta Liana
“Yah..padahal aku mau ngomong banyak lho,” terlihat sekali Riyan kecewa.
***
Di tengah malam, Liana sejak sore dia ingin sekali memejamkan matanya untuk melupakan semua kepenatan yang ada di pikirannya. Tapi matanya tidak kompromi. Dia masih ingat kata-kata Riyan. Meskipun dengan nada guyon tetap saja info dari Riyan tadi membuat beban pikirannya bertambah. Mengapa ada orang yang suka dia putus sama Dian. Cowok apa cewek ya. Siapakah orangnya. Begitulah pertanyaan yang bergelayut di pikiran Liana. Dia semakin penasaran ketika pertanyaan itu berlanjut dengan: Apakah orang itu Riyan sendiri. Ah...Liana tak mampu berpikir lagi.
Saat kau pergi...berlinanglah air mataku...
HP Liana berbunyi melantunkan lagu Vagetos yang dipakainya sebagai nada dering sejak putus dengan Dian. Di layar tertera nama Riyan memanggil.
“Assalamu’alaikum Yan, ada pa nih, malam-malam telpon?”
“Wa’alaikum salam maaf Li, kalau mengganggu, aku cuma mau nanya bisa nggak besok pagi kita ketemu di rumahmu?” suara diseberang bertanya.
“Waduh, ada apa nih koq kayaknya penting banget?” Liana jadi penasaran.
“Ada deh..usahakan besok bisa ya?”
“Insya Allah aku usahakan kalau nggak ada acara.”
***
Tepat pukul delapan Riyan sudah duduk di teras rumah Liana. Sambil meminum teh hangat buatan Liana sendiri.
“Oke Yan, kamu mau ngomong apa nih, jangan bikin penasaran aku, kamu tahu khan aku banyak fikiran.”
“To the poin ya, Li, mau kah kamu jadi pacarku?”
Seketika Liana tersentak, sungguh tak ada dugaan sama sekali kalau Riyan mau mengucapkan hal tersebut. Berarti benar dugaannya. Riyanlah orang yang paling senang dirinya putus dengan Dian.
“Waduh maaf yan, pernyataanmu terlalu tiba-tiba aku nggak bisa jawab sekarang.”
“Maaf kalau aku menyinggung perasaanmu,” pinta Riyan.
“Nggak koq Yan, hanya saja aku nggak bisa jawab sekarang. Ku mohon kau mengerti aku ya. mungkin satu minggu lagi aku bisa menjawabnya. Malam Minggu ya nanti kamu ke sini lagi?” pinta Liana.
“Oke, kuharap jawabanmu tidak akan menegcewakanku.”
***
“Kenapa Li, koq melamun katanya kamu sudah bisa melupakan Dian?” Kania tiba-tiba mengagetkan Liana yang ada di jendela sedang memandangi langit.
“Eh..kamu Ka, aku lagi bingung nih, Riyan nembak aku.”
“Lho mestinya khan kamu malah senang, kamu akan dapat pengganti Dian.”
“Tapi Riyan khan temannya Dian Ka,” Liana memelas.
“Tapi kamu sebetulnya cinta khan sama Riyan?” tanya Kania.
“Iya sih, tapi Riyan khan temannya Dian Ka,” Liana memelas.
“Iya..ya, aku nggak mau berpendapat ah,” pungkas Kania.
Liana kembali memandang langit. Matanya lurus memandang bintang yang paling terang. Oh..bintang berilah sinarmu. Iringilah sinar itu dengan cinta yang dibawa oleh Riyan. Berilah hati ini kemantapan untuk menolaknya ataukah menerimanya. Dalam hati Liana mengumandangkan doanya.
***
Hari-hari berlalu. Malam Minggu telah tiba. Liana sudah mantap dengan keputusannya. Riyan yang ditunggu-tunggu masih belum nampak batang hidungnya. Ah.. tak masalah jika Riyan tidak datang toh dirinya tidak akan mengubah keputusan yang akan diambilnya kemarin.
Setelah beberapa lama Riyan pun muncul.
“Waduh maaf ya Li, aku telat. Habis cari parfumku nggak ketemu-ketemu padahal kalau nggak pakai parfum aku jadi nggak pede dekat kamu yang cantik ini,” gurau Riyan.
“Ah kamu ini Yan, ada saja. Minum dulu tuh sudah mulai dingin. Soalnya sudah kusiapkan dari tadi,” suruh Liana.
“Makasih ya. Gimana kamu sudah mengambil keputusan belum?” tanya Riyan.
“Sudah Yan. Setelah aku bertanya pada bintang di langit dan merenung bersama mereka selama beberapa hari ini, maka aku memutuskan...” Liana sengaja menggantung kata-katanya.
“Memutuskan apa Li, jangan kau bikin aku penasaran Li?” Riyan menggoncang-nggoncang bahu Liana.
“Aku...aku....aku menerimamu,” Liana menunduk tersipu.
“Kau menerimaku, makasih sayank,” tanpa sadar Riyan memeluk Liana.
“Eitsss...pacaran denganku tidak ada acara peluk-pelukan, ngerti!” Liana pura-pura marah.
“Ma..maaf Li, aku tadi terlalu gembira dengan jawabanmu. Tapi apa nggak aneh sih, bertanya koq pada bintang sih?”
“Sebab hanya dia yang selama ini menemani kesendirianku,” jawab Liana langsung.
“Tapi kini khan ada aku Li, bisakah kau meninggalkanku?” tanya Riyan.
“Tidak bisa Yan, dengan adanya kau tentu kau akan ku ajak berdua untuk selalu mengagumi bintang yang tak pernah berhenti berkerlap-kerlip itu. Kamu mau khan,” tanya Liana.
“Tentu saja aku setuju, Li. Aku juga pengagum bintang koq apalagi bintang yang selalu mengiringi bulan tiap malamnya!”
“Makasih Yan, kau bisa mengeti aku.”
“Tentu dong sayang,” Riyan tersenyum bahagia. Sedangkan Liana matanya menerawang jauh ke angkasa dalam hatinya ia berseru: Wahai bintang tetaplah kau menyinariku dan Riyan sayangku dengan cinta dan kasih abadi.

5 komentar:

  1. pak apa benar cinta itu butu pengorbanan dan cinta itu buta bikin lupa segalanyaa hahahaha............

    BalasHapus
  2. pak ceritanya romantis banget,emangnya gimana cih raut muka ci riyan itu kok di bilang keren abis

    BalasHapus
  3. cerpennya lebih bagus lagi dnk....
    biar lebh banyak lagi peminatnya...

    dieka rahma IXa

    BalasHapus
  4. lebih menarik lagi mus critanya biar tambah seru dan banyak yang suka...
    sukses buat kamus

    Lucy pratiwi IXa

    BalasHapus
  5. ea mus,benar kata lucy ank Ixa, kamus buat cerita yang baik lagi,,,,,ea mus
    buat kamus makin sukses aj ea mus,,,,

    nama : dafit prastya
    klas : XI ips
    no absen : 09

    BalasHapus

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto