Selasa, 04 Agustus 2009

TERIMA KASIH, DIARY
Oleh: Putri Nur Indah Sari


“Ganet brengsek… kembalikan buku itu sekarang!” teriak Dista membahana ke seluruh kelas.
“Ini, ambil aja,” ujar Ganet sanbil mangacung-acungkan buku pada Dista. Tapi ketika Dista berusaha mengambilnya. Ganet malah berlari sambil membawa bukunya keluar kelas.
“Brengsek, kurang kerjaan, dasar Pentium seperempat, udah tahu sebentar lagi bel, bukunya malah dibawa lari. Mana PR ku belum selesai. Bisa mampus aku!” umpat Dista.
Baru selesai berkata, bel sekolah meraung-raung seluruh murid MA. Al-Musthofa masuk ke kelas dan menerima pelajaran. Hati Dista kebat-kebit. Karena dia belum selesai mangerjakan tugas yang di berikan Pak Sutardjo guru yang paling killer di MA.Al-Musthofa.
“Aduh mampus… mampus… mampus… PR ku belum selesai. Aku pasti disuruh keluar. Huh… awas kamu Net, istirahat ‘ntar aku bantai kamu!” Dista terus ngedumel. Sementara itu Pak Sutardjo sudah masuk ke kelas. Beliau segera memeriksa hasil pekerjaan muridnya satu per satu. Ketika sampai ke bangku Dista, beliau memandangnya heran.
“Kenapa muka kamu pucat Dista, kamu sakit?”
“ng..nggak pak. Saya nggak sakit. Tapi….” ucapannya tak berlanjut.
Ya, kenapa?” tanya pak sutardjo.
“Eh…anu pak … Ehm…saya… eh maksud-nya… buku PR saya ketinggalan,” jawabnya.
“Apa! Tidak alasan untuk ketinggalan. Jika semalam kamu belajar tentunya kamu sudah mempersiapkan buku yang kamu bawa hari ini. Sesuai kesepakatan. Kamu harus keluar!” bentak Pak Sutardjo hampir memuncratkan air liur.
Dista melangkah gontai. Baginya ini adalah hal yang memalukan. Karena baru pertama kali ia alami.
“Ini semua gara-gara Ganet brengsek. Kalau aja nggak menyembunyikan buku matematikaku, pasti aku ngak bakalan diusir. Awas kamu Net, kalau ketemu aku cincang tubuh kamu sampai halus. Terus aku kasih ke buaya-buaya yang kelaparan!” umpatnya kesal.
“Masa sich? Wah aku jadi takut nich. Tapi tanpang kamu nggak ada kejam- kejamnya, malah kalau aku boleh bilang nich, justru kalau tanpang kamu lagi marah kayak… topeng monyet, ha…ha…ha…,” ternyata Ganet ada dibelakang Dista.
“Heh… kurang ajar banget sich! Dasar kurang kerjaan. Awas kamu Net, kalau kena bakal aku gebukin sampai tulang kamu kropos. Woi… Ganet brengsek, jangan kenceng-kenceng larinya,” teriaknya dan berlari mengejar Ganet.
Dista dan Ganet tidak pernah akur. Setiap hari mereka selau jahil- menjahili. Dista menangis. Namun Ganet tidak pernah peduli dengan perasaan Dista. Mereka berhenti bertengkar jika Ganet butuh dengan Dista. Itu pun tidak berlangsung lama, pasalnya mereka kembali bertengkar.
Lain Ganet, lain juga Dista, dia hanya membalas Ganet jika kejahilannya di luar batas kewajaran. Selebihnya ia hanya bisa pasrah dan menerima apapun yang dilakukan Ganet untuknya. Meski tak jarang ia berteriak didepan Ganet. Namun, di balik kepasrahannya itu dia tidak rela diperlakukan seperti itu oleh Ganet. Kemarahan, kedongkolan, dan kepedihannya semua ia lupakan dalam buku diarynya yang juga memuat seluruh rahasia hidupnya.
Saat pelajaran Matematika, Pak Sutardjo tidak hadir. Serentak semua siswa-siswi XA. Al-Musthofa bersorak gembira. Namun, Pak Sutardjo masih memberikan soal tugas yang harus di kumpulkan hari itu juga. Kebahagiaan mereka sedikit terkurangi karena hal itu tetap saja, mereka tidak mau ambil pusing untuk mengerjakan soal yang di berikan. Mereka malah sibuk dengan urusan masing- masing. Ada yang ngerumpi, tidur, dsb.
Ketika Dista sedang ngerumpi asyik dengan temannya, ia melihat Ganet yang sedang merayu salah satu teman ceweknya. Timbul akal untuk mempermalukan Ganet di depan sang cewek.
“Ayo Net tunggu apa lagi. Langsung tembak aja. Ntar kalau di ambil sama orang nyesel lho. Bisa-bisa gantung diri lagi. Ha...ha…ha….” ujarnya.
Wajah Ganet langsung memerah. Namun ia tak kehabisan akal untuk membalas Dista.
“Oh gitu ya. Ya udah, kalau gitu mau nggak kamu jadi cewekku, Dista?” tanyanya sambil mengerlingkan matanya dengan genit. Sontak seluruh teman mereka menyoraki Ganet dan Dista.
“Gila kamu ya? Dasar buaya darat. Kan yang aku maksud itu nembak dia, bukan aku. Bego’ banget sih kamu. Bisa ngenes tujuh turunan mungkin.” jawab Dista kesal. Ganet dan seluruh teman-temannya tertawa mendengar jawaban Dista.
Sejak saat itu, Dista dan Ganet mulai menjadi bulan-bulanan di kelas. Dista dengan kesal membantah gossip itu. Bukannya membantu gossip itu. Ganet merayu-rayu Dista di depan teman-temannya. Menambah kekesalan Dista. Dista tak habis fakir, mengapa Ganet suka sekali menjahilinya.
Hari itu mereka, siswa XA datang lebih awal. Karena sudah ada jadwal olah raga. Semua siswa cewek sedang ganti baju di kamar mandi. Dista yang datang duluan yang baru saja menulis diary terkejut ketika diajak teman-temannya untuk ganti baju. Tanpa sadar diary Dista belum dimasukkan kedalam tas dan tentu saja tergeletak begitu saja diatas tasnya. Ketika Dista masuk ke kamar mandi itulah Ganet tanpa sengaja melihat buku diary Dista dan Ganetpun mengambilnya.
Selesai olahraga. Dista dan beberapa orang temannya melepas lelah di kelas. Namun, ia kelabakan karena buku diary merahnya yang pagi tadi di bawahnya hilang. Ia sudah mencarinya di kolong meja yang ada di depan kelas itu dan dibantu dengan beberapa temannya. Namun, hasilnya nol. Buku diarynya tidak ditemukan. Ia menangis. Di buku itulah semua rahasia hidupnya tersimpan. Ia tidak bisa membayangkan jika itu sampai jatuh ke orang yang salah.
Dua hari setelah diary buku hariannya itu hilang, sikap Ganet jadi berubah. Ia tak lagi menjahili Dista seperti yang biasa ia lakukan. Bahkan ketika istirahat berlangsun, Ganet justru menghampiri Dista dan menyodorkan buku diary merah miliknya.
“Dis aku minta maaf, sebenarnya akulah yang mengambil buku diari milikmu. Dan aku juga telah membaca isinya, Maaf jika aku lancang. Tapi dengan membaca buku itu tadi aku jadi tahu bahwa kamu kesal dan marah padaku. Selama ini kamu juga tersiksa dengan kejahilan-kejahilan yang aku lakukan terhadapmu. Maafkan aku Dis. Mulai hari ini aku tidak lagi menjahilimu. Malah aku sekarang temanmu. Mau khan kamu menjadi temanku?” tanyanya ragu.
Dista hanya melongo tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ganet. Ia hanya dapat mengangguk, tapi batinnya senang bukan kepalang. Gara-gara diarynya itu kini ia mendapatkan sahabat baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto