Selasa, 04 Agustus 2009

I MISS YOU BUT I HATE YOUR CHOCOLATE
Oleh: Riska Sahara (XIIa)

Aku nggak doyan yang namanya coklat. Entah kenapa, makanan yang katanya banyak orang delicious itu nggak pernah kompak dengan perutku. Tiap kali aku makan coklat. Bahkan cuma secuil, perutku langsung sakit dan mules. Dan bawaanya pengen kebelakang melulu.
Dan yang bikin herannya lagi itu berlaku untuk semua jenis coklat, dari permen sampai kue, nggak peduli coklat itu mahal atau murah. Semua sama saja. Semua coklat membuatku sakit perut. Bahkan yang paling parahnya lagi dengar atau lihat saja sudah bikin perutku mual.
Oh…My God, pagi ini ternyata tidak kesukaanku pada coklat menjadi masalah besar ini semua bermula ketika Sabria, teman sebangkuku di kelas XII MA. AL-MUSTHOFA, meneleponku pagi-pagi buta.
“Lian. Dean datang!” teriaknya langsung aku bilang halo.
Aku terdiam karena tersentak kaget begitu mendengar teriakan histeris Sabria.
“Halo, halo, Lan, Lan kamu masih disitu kan? Dengar nggak si Non? Dean, sekarang ada di Mojokerto!”
“Slow down baby. Aku tuch nggak tuli.” sahutku setelah berhasil mengatur napas.
Dean adalah sepupu Sabria yang tinggal di Surabaya. Aku sempat ngobrol sebentar saat mengantar dia ke stasiun KA, sebelum dia balik ke Surabaya setelah liburan semester gasal di Mojokerto 2 minggu yang lalu. Aku naksir begitu melihatnya dan mengakui hal itu pada Sabria adik sepupu Dean. Untung banget Sabria malah mensupport aku one hundred persen.
“Baru aja dia si telepon, dan sekarang dia lagi di rumah Tante di Puri Mojobaru. Dia bilang dia mau jemput aku. Doi juga nanyai kamu lho Lan. Jadi sepulang sekolah nanti kamu ke rumah aku dulu, plus jangan sampai lupa pamitan ke bonyok ya…! Tapi…ada yang harus sampai kamu tahu, agak gawat nih…”
Begitulah Sabria. Kalau udah ngomong kayak kereta api, susah banget berhentinya dan kau terpaksa yang selalu mengalah.
“Dean…Dean. Bawain kamu coklat!” Sorry yach Lan aku nggak tega bilang ke doi. Kalau kamu nggak doyan coklat. Ini kesempatan baik loch buat kalian PDKT ingat Lan. Doi duluan loch yang nanyain kamu. Bukan aku, swear dech!!! Cerocos Sabria panjang lebar. (Belum sempet aku ngomong….).
“Oh ya…Lan ini artinya doi punya feeling ke kamu. Tapi gimana nich. Kamu khan anti banget dengan yang namanya coklat!” suara Sabria melengking tinggi, panic.
Aku pun ikut panik. Tapi belum sepatah. Dua patah yang keluar dari mulutku. Pembicaraan kami terpaksa harus putus di tengah jalan karena Sabria di panggil bundanya.
Tinggal aku sekarang bengong di depan pesawat telpon. Merenungi nasib. Hmmm, ketemu Dean jelas bagai pucuk di cinta ulam pun tiba. Tapi, bagaiman kalu Dean tiba-tiba ngajak makan coklat bareng? Apa lebih baik aku jujur saja dan bilang kalau aku nggak doyan coklat?; Ah… yang benar saja, coklat itu khan sengaja di bawain jauh-jauh dari sana khusus buat kamu Lan? Bisa-bisa doi kecewa dan nggak mau lagi ketemu sama kamu. Tapi lebih gawatnya lagi kalau aku pura-pura doyan coklat. Orang lihat aja aku udah mual apalagi kalau di makan bisa-bisa aku bolak-balik ke belakang. Idiiiiihh…nggak lucu dech. Aduh, gimana dong…batinku perang sendiri.
Esok harinya di sekolah, selama pelajaran, aku dan Sabria sama-sama nggak konsen kami diam-diam surat-suratan, bikin siasat gimana enaknya, menghadapi Dean.” (wah…wah kayak mau perang aja dech)
Tiga puluh menit berlalu…dua puluh menit berlalu, akhirnya sepuluh menit sebelum pelajaran berakhir. Kamipun punya jalan keluarnya. Aku bohong saja, kalau aku lagi nggak boleh makan coklat sama dokter karena kulit wajahku lagi sensitf dan alergi.
Pokoknya di pertemuan pertama ini aku harus bersifat baik dan manis. Dan aku juga janji nggak bakal buat doi kecewa.
Dean bener-benar menepati janjinya. Melihat dia turun dari motor dan berjalan mendatangi kami berdua yang lagi berdiri di depan pintu gerbang sekolah. Ehm…rasanya aku pengen bohong dan bilang kalau aku doyan coklat. Jadi aku tak membuatnya kecewa siang ini. Lalu aku bisa ngobrol banyak soal coklat sama dia dan yang jelas aku bisa berlama-lama dekat dengannya.
“Hai Lian gimana punya kabar?” sapa Dean ramah.
Kami bersalaman. Ugh… Tanganku dingin.
“Hai…Dean ka…bar ba…baik”sahutku sambil terbata-bata.
“Oh…iya aku punya some thing buat kamu. Li. Kamu suka coklat khan” aku dan Sabria saling berpandangan. Perutku langsung mules melihat sekotak coklat yang di bungkus dengan pita biru bercorak ungu dan kuning yang di berikannya padaku.
“Terima kasih ya, Dean” jawabku berusaha untuk senang.
“Oh…My God….Oh My God.” tiba-tiba Sabria panik.
“Kenapa Sab…kamu baik-baik aja khan!” sahutku ketika melihat Sabria panik.
“Aduh, mampus aku Lian, aku lupa kalau siang ini aku mesti ngambil pesenan kue Bunda. Jadi aku mesti berangkat sekarang sebelum Bunda matah dan cincang-cincang habis.
“lho-lho Sabria tapi kok…” cetusku.
“Iya…sorry ya Lan. benar-benar sorry banget. Aku benar-benar lupa nggak ngasih tahu ke kamu! OK bye dan Dean juga sahabat aku ini ya awas sampek kenapa-napa” cerocos Sabria.
Sabria pun berlalu. Tinggal aku berdua dengan Dean saling berpandangan.
“Ok…aku antarkan kamu pulang!” sahut Dean.
“Ok kita pulang sekarang” jawabku.
Di tengah-tengah perjalanan Dean bercerita banyak hal, tapi tak satupun masuk telingaku. Aku nggak konsen. Begitu sampai disebiah café, aku tersentak kaget. Saat berada di dalam café.
Pikiranku mulai nggak enak, ternyata benar apa yang aku pikirkan. Dean memintaku membuka oleh-olehnya dan ngajak makan coklat bareng. Gawat!
“Buka dong coklatnya, kita makan bareng yuk” katanya pelan.
Tiba-tiba perutku mules. Dan keringat dingin ku pun mulai bercucuran.
“Loh Lian, muka kamu pucat banget. Kamu pasti nggak enak badan. Ya udah kalau gitu aku langsung antar kamu pulang” kata Dean tak terduga.
Rupanya stresku muncul di mukaku yang langsung pucat. Tapi dengan begitu persoalan selesai. Nggak ada acara makan coklat bareng. Ehm… aku lega banget.sore harinya Sabria meneleponku
“Gawat Lian! Tau nggak rencananya Hari Valentine nanti. Dia mau ngasih kado ke kamu yang semuanya serba coklat. Nggak sampai di situ dia juga mau ngasih kamu coklat setiap hari, dia juga udah bela-balain pesan kue coklat di dapur coklat. Toko coklat langganan bunda buat kamu dan yang paling parahnya lagi ternyata doi penggila coklat…” Sabria panik. Aku nggak bisa ngomong apa-apa. Dan hari itu, untuk kesekian kalinnya perutku kembali mules, mules, mules dan mules.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto