Jumat, 28 Agustus 2009

Abu Raihan Al-Biruni Filsuf dan Fisikawan Ulung


Sementara ini shobat Kamus pasti yakin bahwa teori heliosentris atau teori yang mengemukakan bahwa bumi ini mengelilingi matahari ini adalah Nicolous Copernicus dari Negara Polandia yakni orang yang pertama kali mencetuskan teori ini pada tahun 1533 yang kemudian di teruskan oleh Galileo Galilei tahun 1609 di Italia. Teori ini menjadi sangat penting karena pada zaman dicetuskan teuri tersebut semua orang semua orang meyakini bahwa justru mataharilah yang mengelilingi bumi yang dikenal dengan teori geosentris.
Bahkan karena teori heliosentris tersebut Galileo hampir di hukum mati ooleh pemerintah Italia waktu itu. Padahal tahu tidak shobat Kamus, ternyata setelah di telisik lebih jauh yang mengemukakan teori heliosentris tersebut adalah ilmuwan Islam yang hidup antara tahun 973-1048 M. bahkan ilmuwan ini juga mengmukakan teori gerak planet elips yang dikemukakan oleh Johannes Kepler. Siapakah dia, baca ya sejarah di bawah ini.
Ilmuwan ini tak lain adalah Al-Biruni. Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan pada bulan September pada tahun 973 M, di daerah Khawarizm, Trukmenistan. Ia lebih di kenal dengan nma Al-Biruni. Nama “Al-Biruni” sendiri berarti ‘asing’, yang dinisbahkan kepada wilayah tempat kelahirannya, yakni trukmenistan. Kala itu, wilayah ini memang di khususkan menjadi pemukiman orang asing.
Di besarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al-Biruni tumbuh dan besar dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan. Tak seperti kebanyakan ilmuwan muslim lainnya, masa muda Al-Biruni tak banyak terlacak oleh sajarah. Meski demikian, dari beberapa literature diketahui, ilmuwan besar ini memperoleh pendidikan dasarnya dari beberapa ulama ternama di masanya, antara lain Syeikh Abdus Shamad. Di bidang kedokteran, ia belajar pada Abul Wafa’ al-Buzayani, seta kepada Abu Nasr Mansur bain Ali bin Iraq untuk ilmu pasti dan astronomi. Tak heran bila ulama tawadlu dan gemar baca tulis ini sudah tersohor sebagai seorang ahli di bibang ilmu sejak usia muda.
Sebagai ilmuwan ulung, Al-Biruni tak henti-hentinya menulis ilmu, termasuk dalam setiap penjelajahannya ke beberapa negeri, seperti ke Iran dan India. Jamil Ahmed dalam Seratus tokoh Muslinm mengungkapkan, penjelajah paling terkesan tokoh ini adalah ke daerah Jurjan, dekat laut Kaspia (Asia Tengah), serta ke wilayah India. Penjelajahan itu sebenarnya tak di sengaja. Alkisah, setelah beberapa lamanya menetap di Jurjan, Al-Biruni memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun tak di sangka, ia menyaksikan tanah kelahirannya itu penuh konflik antar etnis. Kenyataan ini di manfaatkan oleh Sultan Mahmoud Al- Gezna, yang melakukan invasi dan menaklukkan Jurjan.
Keberhasilan penaklukan membawa Al-Biruni melalang ke India bersama tim ekspedisi Sultan Mahmoud. Di sini, ia banyak menelorkan karya tulis, baik berupa buku maupun artikel ilmiah yang disampaikan dalam beberapa pertemuan. Selain menghasilkan karya, penjelajah bersama sang sultan ini juga menghasilkan dibukanya kawasan India bagian timur sebagai basis baru dakwah Islam Al-Biruni.
Dalam rangkaian ‘tur’nya di India ini, Al-Biruni memanfaatkan waktu luang untuk meneliti sekitar adat istiadat dan perilaku masyarakat setempat. Dari penelitian inilah, beberapa karya berbobot lahir. Tak hanya itu, Al-Biruni pula yang pertama kali memperkenalkan permainan catur ‘ala’ India ke negeri-negeri Islam, serta menjelaskan problem-problem trigonometri lanjutan dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind. Dalam kaitan ini, ia berkata, “Saya telah menerjemahkan ke dalam bahasa Arab dua karya India, yakni Sankhya, yang mengupas tentang asal-usul dan kualitas benda-benda yang memiliki eksitensi, dan kedua berjudul Patanial (Yoga Sutra), yang berhubungan denan pembebasan jiwa.” Kedua buku India ini juga memuat secara otentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmuoud ke India.
Kepiawaian dan kecerdasan Al-Biruni merangsang dirinya memahami sekitar ilmu astronomi. Ia misalnya memberikan perhatian yang besar terhadap kemungkinan gerak bumi mengitari matahari. Sayangnya, bukunya yang membicarakan soal ini hilang. Namun ia berpendapat, seperti pernah ia sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina, bahwa gerak eliptis lebih mungkin dari pada gerak melingkar pada planet. Al-Biruni konsisten mempertahankan pendapatnya tersebut, dan ternyata di kemudian hari terbukti kebenarannya menurut ilmu astronomi modern.
Sebagai sosok yang gemar membaca dan menulis, kepakaran Al-Biruni tak hanya di bidang ilmu eksakta. Ia juga mahir dalam disiplin ilmu filsafat. Karena itu, ia dikenal sebagai salah seorang filsuf muslim yang amat berpengaruh. Pemikiran filsafat Al-Biruni banyak di pengaruhi oleh pemikiran filsafat Al-Farabi, Al-Kindi, dan Al-Mas’udi (w. 956 M) hidup sezaman dengan filsuf besar dan pakar kedokteran Muslim, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak berdiskusi dengan Ibnu Sina, baik secara langsung maupun melalui surat menyurat. Keduanya tak jarang terlibat debat sekitar pemikiran filsafat. Ia misalnya menentang aliran paripatetik yang dianut oleh Ibnu Sina dalam banya aspek. Al-Biruni memperlihatkan ketidak ketergantungan yang agak besar terhadap Aristoteles dan kritis terhadap beberapa hal dalam fisika paripatetik, seperti dalam masalah gerak dan tempat.
Semua yang dilakukannya itu selalu ia landaskan dalam prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam. Hasil eksperimen dan penelitiannya selalu bermuara pada pengakuan keberadaan Sang Pencipta (Allah). Ketika seseorang ilmuwan, katanya, akan memutuskan untuk membedakan kebenaran dan kepalsuan, dia harus menyelidiki dan mempelajari alam.
Kalaupun ia membutuhkan hal ini, maka ia perlu berfikir tentang hukum alam yang mengatur cara-cara kerja alam semesta. Ini akan dapat mengarahkan untuk mengetahui kebenaran dan membuka jalan baginya untuk mengetahui Wujud yang mengaturnya. Dalam bukunya Al-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan,
“Penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita menyimpulkan eksitensi Allah.” Prinsip ini di pegang teguh dalam setiap penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan hasil penelitiannya. Pandangan Al-Biruni ini berbeda sekali dengan pandangan saintis Barat modern yang melepaskan sains dari agama. Pandangan mereka tentang alam berusaha menafikan keberadaan Allah sebagai sang pencipta.
Keberhasilan Al-Biruni di bidang sains dan ilmu pengetahuan ini membuat decak kagum kalangan Barat. Max Mayerhof misalnya mengatakan, “Abu Raihan Muhammad ibn Al-Biruni dijuluki Master, dokter, astronom, matematikawan, ahli fisika, ahli geografi, dan sejarawan. Dia mungkin sosok paling menonjol di seluruh bima sakti para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam.” Pengakuan senada juga di lontarkan sejarawan asal India, Si JN Sircar. Seperti dikutip Jamal Ahmed, ia menulis, “Hanya sedikit yang memahami fisika dan matematika. Diantara sedikit itu terbesar di Asia adalah Al-Biruni, sekaligus filsuf dan ilmuwan. Tokoh ilmuwan besar ini akhirnya menghadap sang Ilahi Rabbi pada 1048 M, usia 75 tahun.

AL-BIRUNI DAN KARYA
Kayaknya ilmuwan muslim generasi sebelum dan sesudahnya, Al-Biruni juga dikenal sebagai penulis dan pemikir produktif. Menariknya lagi, sebagian karya-karyanya tersebut dihasilkan ketika berpetualang ke beberapa negeri. Menurut sumber-sumber otentik, karya Al-Biruni lebih dari 200 buah, namun hanya sekitar 180 saja yang di ketahui dan terlacak. Beberapa diantara bukunya terbilang sebagai karya monumental. Seperti buku Al-Atsarul Baqiyah ‘Anil Quronil Khaliyah (peninggalan bangsa-bangsa kuno) yang di tulis pada 998M ketia ia merantau ke Jurjan, daerah tenggara Laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, Al-Biruni antara lain mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta, dan festival bangsa-bangsa kuno.
Tak hanya menulis buku tentang sosiologi, Al-Biruni juga banyak menulis tentang ilmu-ilmu eksakta seperti geometri, aritmatika, astronomi, dan astrologi. Karya di bidang ini misalnya Tafhin li Awa’il Sina’atul Tanjim. Khusus disiplin ilmu astronomi, ia menulis buku berjudul Al-Qonun Al-Mas’udi fil Hai’ah wan Nujum (teori tentang perbintangan). Di barat, buku ini memperoleh penghargaan dan menjadi bacaan standart di berbagai universitas Barat selama beberapa abad. Ilmuwan Muslim ini juga dikenal sebagai pengamat pertambangan. Untuk masalah ini, ia menulis buku Al-Jamahir fi Ma’rifatil Jawahir tahun 1041 M.
Karya lainnya, di bidang kedokteran berjudul As-Saydala fit thib (farmasi dalam ilmu kedokteran), Al-Maqallid’llm Al-hai’ah (tentang perbintangan) serta buku kitab Al- Kusuf wal Khusuf “Ala Kyayal Al-Hunud (kitab tentang pandangan orang-orang India terhadap peristiwa gerhana matahari dan gerhana bulan) (AH dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto