Oleh:
Maftuhatus Sholikhah,S.Pd. (Guru Bhs. Indonesia)
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Melalui bahasa, informasi disampaikan dan dipahami.
Di negara kita Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa yang berbeda yang kita
kenal sebagai bahasa daerah. Selain bahasa daerah kita juga mengenal Bahasa
Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari keberagaman bahasa daerah yang ada.
Kedua bahasa tersebut bisa dikatakan sebagai bahasa ibu, karena kedua bahasa
tersebut yang kita pakai berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain
bahasa daerah dan bahasa Indonesia, bahasa-bahasa yang digunakan di Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa asing.
Bahasa asing termasuk bahasa
daerah dimanfaatkan sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya dan
mengembangkan bahasa Indonesia. Namun, dalam kenyataannnya, penggunaan ketiga
jenis bahasa tersebut (bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing)
saling tumpang tindih dan saling pengaruh satu terhadap yang lain. Ironisnya,
bahasa asing khususnya bahasa Inggris tampil sangat dominan memasuki berbagai
sendi kehidupan bangsa dan tentunya memengaruhi perkembangan bahasa Indonesia.
Sepertinya, bagian-bagian tertentu negara Indonesia ini tampak seperti di
negeri asing. Betapa tidak, contoh kecil di lingkungan sekolah, siswa-siswi
lebih bangga menggunakan istilah asing bila dibandingkan dengan pnggunaan
bahasa Indonesia. Sering kita mendengar istilah ‘badmood’ daripada istilah ‘tidak senang hati’,atau istilah ‘OTW(on the way)’ daripada istilah ‘dalam perjalanan’. Penggunaan istilah lain misalnya ‘absensi’,
absen dipungut dari bahasa Belanda (absent), berarti tidak hadir. Padahal kita
sering menggunakan kata tersebut dalam kalimat ‘Siapa yang membawa absensi kehadiran siswa kelas
7A?’,seharusnya kata absensi tidak
disertai kata kehadiran.
Gejala kerusakan bahasa ini
cenderung lahir dan menular layaknya virus melalui produk-produk perfilman,
persinetronan, dan periklanan. Dampaknya, masalah kebahasaan pun muncul menjadi
masalah kebudayaan yang jamak, kemudian menjadi penyakit sosial. Penyakit yang
tidak segera diobati akan mewabah, wabah penyakit inilah yang harus
diantisipasi oleh pengguna bahasa. Banyak pengguna bahasa yang merasa bahasa
yang digunakan sudah benar. Misalnya, penggunaan kata ‘ketiduran’, kata ini dipengaruhi oleh dialeg jawa ‘keturon’ yang benar seharusnya ‘tertidur’. Kata lain misalnya ‘seronok’. Ketika kita mendengar kata
tersebut sebagian besar dari kita beranggapan negatif tentang makna kata
tersebut, padahal kalau kita telaah maknanya di Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata ‘seronok’ berarti ‘indah,elok,bagus,senang’.
Dari ulasan di atas, siapa yang
seharusnya bertanggung jawab atas kekayaan bahasa? Jawaban yang paling tepat
adalah kita sebagai penutur bahasa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia
patutlah kita membanggakan diri untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi, bukan malah lebih membanggakan bahasa asing untuk kita
pergunakan.
Jika demikian, muncul
pertanyaan lagi, dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita melakukan
kesalahan berbahasa, bagaimana cara mengurangi kesalahan tersebut? Pertama,
sebagai penutur bahasa Indonesia apabila kita menyadari kesalahan dalam
berbahasa, hendaknya kita memperbaiki bukan mengabaikannya. Kedua, selalu
merasa ingin tahu. Sebagai penutur bahasa kita hendaknya mempelajari penggunaan
bahasa yang baik dan benar melalui pembelajaran formal, dalam hal ini
ditekankan pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Ketiga, berusaha
konsisten menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi,
dalam hal ini tidak berarti kita meninggalkan bahasa daerah kita masing-masing.
Penggunaan bahasa Indonesia bisa kita gunakan dalam situasi tertentu, misalnya,
dalam lingkungan sekolah atau proses pembelajaran di kelas.
Kesalahan
berbahasa hanya bisa diminimalkan apabila kita memiliki kesadaran akan
pentingnya menjaga kekayaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Patutlah
kita bangga dengan bahasa ibu kita, dengan kebanggaan tersebut diharapkan kita
mampu menjaga kekayaan bahasa Indonesia dengan tidak merusak bahasa itu
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar