Sabtu, 24 November 2012

Sepercik Perjalananku


By: Evi Cahyani

Cuaca tak tentu, terkadang panas sangat menyengat, terkadang pula hujan turun tanpa henti, itulah alam. Namun semua itu membuat aku tak tenang dengan keadaan benihku. Tapi apalah daya, beginilah hidup, harus dijalani dengan sepenuh hati. Toh, pada dasarnya ini juga kenikmatan.
Siang ini, kakiku tak tahan akan tanah yang aku injak. Rasanya bagaikan berjalan diatas api. Aku berteduh di depan gubuk kecil. Lumayan bisa terhindar dari panas.
Tak terasa bagitu cepat sore hari telah tiba. Cuaca sungguh terbalik 360 derajat. Petir, angin, dan hujan berkumpul menjadi satu. Aku masih berteduh ditempat yang sama, namun apalah daya dinginnya cuaca merasuk dalam tubuh. Dengan rasa lapar aku mencoba bersabar. Memang sungguh malang nasib benihku ini.
“Sabar ya nak, ibu yakin kita pasti kuat” gumamku dengan menyelipkan tangan.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka disampingku. Terlihat wanita tua dengan tongkatnya, ia menghampiriku. Dengan cara berjalan membungkuk, ia menyambutku dengan wajah yang ramah. Namun aku tetap berdiam di kursi panjang. Wanita tua itu masih terus menatap dan memperhatikanku. Tak kuduga, ia mengambilku dengan tangan kirinya, dan membawaku masuk ke dalam gubuk kecilnya.
“Pus… kasihan sekali kamu.” Kata wanita tua itu dengan suara agak serak.
“Meong…” jawabku dengan memandanginya. Sungguh dia malaikat penolong bagiku. Bagaimana tidak, kemungkinan besar kalau aku berteduh di tempat lain bisa-bisa aku dibiarkan saja, atau mungkin diusir. Tapi wanita tua ini lain. Meski tak kenal, namun ia memberiku makan dan memberikan tempat tinggal untukku. Sekarang aku menikmati santapan ikan asin yang disuguhkannya padaku. Karena aku lapar, aku makan dengan lahapnya.
“Hai kucing kenapa kamu di sini.” Terdengar suara itu. Entah aku tak tahu dimana sumber suara itu.
“Aku butuh tempat, cuaca di luar membuat aku kedinginan. Siapa kamu? Keluarlah!” jawabku.
“Aku tak mau keluar, nanti kamu bisa memakanku.”
“Tidak, aku tidak akan memakanmu. Jangan mencurigai aku seperti itu. Ayo keluarlah!”
“Temanku ada yang mati dimakan kucing, aku takut nasibku seperti dia. Untuk itu aku mau kamu keluar dari tempat ini.” 

“Baiklah aku tidak akan memakanmu. Percayalah?”
“Untuk apa aku percaya dengan kucing licik seperti kamu.”
“Atas dasar apa kamu mengatakanku licik, aku tahu kamu pasti tikus. Memang bangsaku senang memangsa bangsamu. Tapi kali ini aku janji tidak akan memangsamu karena aku butuh tempat ini. Percayalah denganku. Kawan!”
“Tapi sayangnya aku bukan tikus. Dan satu lagi, jangan panggil aku kawan.”
“Baiklah, janjiku tadi berlaku untuk semua hewan yang masih hidup.”
“Sungguh?”
“Ya.”
“Baiklah, aku bersembunyi di bawah kursi kayu di samping batu bata sebelah kananmu.” jelasnya. Aku tolehkan kepalaku ke arah tersebut.
“Ya ampun, kenapa kamu ketakutan seperti itu. Ternyata kamu cicak? Malang sekali kamu.” Kataku sambil mendekatinya pelan-pelan.
“Stop, jangan dekati aku.”
“O’ow, kanapa?”
“Jangan harap aku percaya dengan janjimu.”
“Ya sudah, aku mengerti. Maaf.” Kataku.
Aku membalikkan badanku dan menjauhinya. Hari sudah malam, aku mencari tempat untuk tidur. Kulihat bayang-bayang di belakang. Apa itu? Karena aku penasaran kuhampiri bayangan itu. Oh, ternyata wanita tua itu sedang memendam sebatang singkong dengan abu panas. Akupun bersandar di sampingnya, tangannya membelai bulu halusku hingga aku terlelap nyenyak.
***
“Kukuruyuk…” suara ayam tetangga terdengar tidaklah pelan. Mataku terbuka lebar. Nur yang menerangi bumi sungguh indah. Tapi sayang, akibat hujan yang lebat semalam membuat keadaan gubuk ini semakin lusuh. Ah sudahlah, ini tak penting. Meski rumah tak seluas istana, tapi hatinya seluas samudra.
Di gubuk ini rasa lapar tak kurasa, rasa nyamanpun kurasa. Kakiku mau berjalan entah kemana, intinya aku akan mencari makan. Tanpa berpikir panjang aku langsung keluar rumah. Terlihat di pohon palem ada sesuatu. Sepertinya itu akan menjadi santapanku pagi ini. Iya, tidak salah lagi aku melihat ekornya. Dia tak terlalu tinggi di pohon itu, aku pasti bisa menangkapnya. Aku mendekat pelan dengan tubuh menunduk, sedikit demi sedikit langkahku mendekatinya, jarakku semakin dekat dengannya. Hitungan ke 3 aku akan menangkapmu, Satu...Dua...Ti...
“Tunggu.” sontak suara mengagetkanku. “Kamu jangan memangsanya. Aku tahu kamu lapar, lebih baik kamu pergi ke selatan. Di sana ada penjual ikan.” tambahnya.
“Eh ada ayam jago. Kamu yang barusan berkokok ya? Ah sudahlah pertanyaanku ini nggak usah dijawab. Memang kenapa kamu melarang aku memangsanya. Maksud kamu aku harus mencuri ke penjual ikan?”.
“Ya iya dong, masak ya iya lah. Mencuri itu kan memang kebiasaan kucing. Jadi kamu nggak usah sok kaget gitu lah” Kata ayam itu dengan nada tidak mengenakkan.
“Pus pus pus...” Sahut suara dari dalam rumah. Sepertinya itu suara wanita tua itu.
“Aku ke dalam dulu ya? Kalau boleh kasih saran, Ayam Jago seperti kamu tidak pantas bicara lebay seperti itu. Maaf ini hanya saran. Aku harap kamu tidak marah.” Kataku. Aku membalikkan badan dan lari ke dalam rumah kecil.
Di tempat yang sama seperti kemarin, disediakan pula makanan seperti kemarin. Hanya saja ukuran ikan asin kali ini lebih kecil. Tak apa lah. Lumayan, bisa mengganjal perut. Tak lama ikan asin telah ku habiskan. Aku kembali keluar dan duduk di teras.
Tak terlalu lama aku duduk. Namun kesedihan telah membayangiku. Ada dua hal kesedihan yang membuat aku terlantar seperti ini. Dan tentunya kesedihan ini belum juga bisa punah dari hatiku. Aku bingung bagaimana cara mengusir kesedihan ini agar tidak selalu membayangiku. Kesedihanku yang pertama, karena manusia yang aku anggap sebagai majikanku. Dia orang kaya. Dari kecil aku dirawatnya, yang paling menyayangiku adalah gadis kecil berambut pirang yang biasa dipanggil Lusi. Aku sering dimanja-manja dan diberi makan makanan yang enak. Memang sih kalau dimandikan aku selalu kabur, tapi bukan karena itu Lusi mengabaikanku. Karena dia tahu, aku kucing yang takut air. Tapi, sejak hari ulang tahunnya seminggu yang lalu, dia berubah. Dia diberikan kado Ibunya seekor kucing Anggora. Lantas, semenjak ada kucing itu, aku mulai diabaikan. Tapi, dia tidak membenciku. Yang membenci aku itu Ibunya. Aku mendengar dengan telingaku sendiri, Ibunya tidak suka dengan kucing perempuan, dikarenakan kalau beranak itu banyak. Aku kan memang bukan manusia yang sekali hamil beranak satu. Atau kalau anak kembar biasanya dua. Sedangkan aku, sekali hamil muncul 4 anak. Aku rasa bukan hanya Ibunya Lusi saja yang membenci kucing perempuan. Setelah aku pikir-pikir, sepintar apapun manusia, masih belum bisa berbuat bijak. Yang paling membuat aku sedih, ketika malam hari aku mau masuk ke rumah, aku diusir. Ketika aku menyerobot masuk, aku malah di lempar dengan remot TV, kejadian itu terulang bekali-kali. Masalah makan pun, tak ada yang mengurusiku. Lusi kini kasih sayangnya telah berganti. Aku merasa bahwa aku sudah tidak diingankan lagi.
Kesedihanku yang kedua yaitu karena suamiku. Apa dia lupa kalau aku mengandung anaknya. Sudah seminggu ini aku tak bertemu dengannya. Suamiku yang dikenal dengan nama Blacky, kini entah dimana. Aku khawatir dia memaduku. Tapi, apa dia setega itu ya? Em, apa dia lupa akan janjinya kepadaku. Janjinya yang tak akan meninggalkan aku, selalu menemaniku, dan tidak akan membuat aku sedih. Tapi sekarang dia malah membuat aku sedih. Apa dia tidak tahu kalau aku rindu. Hanya bekas cakaran di tanganku inilah aku bisa mengenangmu. Karena cakaran ini membuat aku ingat ketika kita bercanda. Tanpa sengaja kau mencakarku. Ketika kau mengetahui itu, kau minta maaf dengan penuh penyesalan seakan dosamu padaku sebesar gunung. Aku sangat rindu, benar-benar rindu.
“Kucing pembohong.” Sontak suara keras memudarkan lamunanku. Suara itu terdengar di samping kananku, aku langsung menolehnya.
“Kapan aku membohongimu?” Kataku kepada cicak yang menempel di gedek.
“Jangan pikir aku tidak mengawasimu. Aku tahu tadi kau mau memangsa tikus kecil di pohon itu kan. Apa kau tidak ingat dengan apa yang kau janjikan kemarin?”.
“Oh, itu? Ingat”.
“Enteng sekali kau menjawabnya. Aku peringatkan sekali lagi. Jangan pernah menyentuh tikus kecil itu”.
“Alasannya?”.
“Apakah harus aku kasih tahu?”.
“Tentu, biar aku tahu”.
“Dia tak punya siapa-siapa di sini. Ibunya mati. Yah, senasib dengan temanku, karena dimakan kucing hitam yang tak punya hati dan perasaan, dan hidupnya hanya memikirkan isi perut. Kawan-kawan tikus kabur dari sini. Dan Bapaknya hampir senasib dengan Ibunya. Tapi, Bapak tikus kecil dan kucing akhirnya mati bersama, karena tertabrak truk saat kucing mengejar tikus sampai di jalan raya yang jaraknya tidak jauh dari sini. Aku ikut prihatin dengan tikus. Tapi, aku bahagia karena kucing itu sudah musnah. Tapi, kini kebahagiaanku hanya terasa 1 minggu. “Kau tahu kenapa? karena kau muncul di sini!” Jelasnya.
“Tunggu, apa kucing hitam yang kau maksud itu namanya Blacky?”.
“Mana aku tahu. Tidak penting untukku mengetahui namanya”.
“Matanya kuning?”.
“Iya” Jawabnya singkat.
“Ekornya panjang atau pendek atau ekornya melengkung?”.
“Panjang”.
“Apa, panjang. Jangan-jangan...” Hatiku gemetar mendengar penjelasan itu. Ya, tidak salah lagi. Cicak bilang kebahagiaannya hanya terasa satu minggu. Sedangkan aku tidak bertemu selama satu minggu.
Keyakinanku semakin kuat. Kepedihanku kini semakin bertambah. Hati perih, tubuhku melemas. Tak kuasa aku menahan derita batin ini. Tapi, aku berjanji, aku akan merawat benih ini sampai dewasa. Karena benih inilah saksi cinta kita.

11 komentar:

  1. ceritanya Lumayan bagus tapi kurang seram.

    nama : Ega prasetya herlambang
    kelas : XI IPS
    NO ABSEN: 12

    BalasHapus
  2. Sudah cukup bagus
    tapi kurang sedikit menarik karena ceritanya terlalu serius.
    (St.Sukmawati I(31) 9a)

    BalasHapus
  3. ceritanya sangat menarik dan bisa di resapi oleh saya dan buat kamus semoga tambah sukses dan gokil.

    nama :Achmad as'ari
    kelas :XI IPS
    no absen :02

    BalasHapus
  4. "ceritanya bagus,,,,,,,,tapy cerita yang dibuat kurang menarik hati saya,."untuk kamus semoga sukses

    SHINTYA AINI ZURO (XI-IPA)

    BalasHapus
  5. hay mus ...... ceritanya cukup bagus

    nama : dafit prasetya
    kls: xI ips

    BalasHapus
  6. asskum mus, ceritanya bagus tp kurang memuasakan aja

    nama : indriana sari
    kls: xI ips
    no absen : 21

    BalasHapus
  7. cerita nya sangat bagus dan menarik , ceritanya kurang lucu

    nama: lucky diah monica
    kelas: IXc
    noabsen: 12

    BalasHapus
  8. Cerita nya sangat bagus,,,, dan bisa menghibur bagi yang membaca nya,,tpi cerita nya kurang seru dikit ,untuk kamus semoga sukses!!!! amin...

    Nama :Siti Mutiatus Sholikah
    Kelas :XI IPA
    No Absen:29

    BalasHapus
  9. cerita nya sangat bagus, tpi kurang menarik pada diri saya,karena cerita nya terlalu dalam/srius, untuk kamus semoga makin kreatif dan tambah sukses !!!!

    Nama : Ilham Indian Ngabay
    Kelas : XI IPA
    No Absen : 17

    BalasHapus
  10. ceritanya bagus, tetapi konfliknya kurang

    Siti Maya Indah Sari
    9a

    BalasHapus
  11. Cerpennya asyiiik (shintul XI-IPS)

    BalasHapus

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto