Jumat, 25 Maret 2011

KUNANG- KUNANG DI MALAM ITU
Asmaul Husna (XIIA)


Hari sudah mulai gelap, matahari mulai menyinsingkan cahayanya, ketika aku memandangnya dari jendela. Bertiup udara yang sangat segar. Udara sehabis hujan sangat kusukai, seperti sore ini yang kunikmati sembari menunggu bel pulang. Sejak tadi aku berdiri ditepi jendela sebab kelas tidak ada guru yang mengajar.
Pulang sekolah aku berjalan kaki menyusuri jembatan sungai yang arusnya sangat deras. sore pun berlalu matahari pun sudah tak tampak sinarnya sampai di rumah aku membersihkan diri dari debu yang menempel di tubuh ini. Setelah itu aku belajar. Disela sela kesibukanku ada yang selalu aku pikirkan dalam benak hatiku yaitu mencari pilihan hati. Akankah aku menemukannya?
Di dalam sunyi malam aku mengakhiri belajarku dan beberapa menit berlalu aku keluar kamar untuk mencari udara segar di malam yang sunyi dan sejuk ini. Aku duduk terpaku di depan teras rumah.
Pandanganku terarah pada suatu titik cahaya ditengah-tengah dedaunan malam, Kelip cahaya itu berpindah-pindah. Setitik cahaya itu semakin lama semakin banyak. Aha, ada laki-laki yang menangkapi cahay itu. Dimasukkan satu persatu ke dalam toples yang dibawanya.
Aku tetap memperhatikan laki-laki itu dari teras rumah. Tiba-tiba dia memandangku yang duduk dan larut dalam perhatian. Beranjaklah dia dan melangkah kearahku sambil membawa cahaya yang terbang dalam toples itu.
Dia adalah Ardi anak kosan sebelah rumahku. Dia tinggal di sini dia bekerja segaai karyawan pabrik organik dia anaknya seru berparas manis, berkulit sawo matang dan berbadan tegap tapi agak misterius. Beberapa saat kemudian dia sampai di hadapanku.
“Hai gadis kok sendirian saja?” dia menyapa ku.
“Ya, nih, nggak ada temannya jadi yah aku kekuar rumah buat cari udara segar.”
“Apa aku boleh aku duduk disini?’’

“Kamu hobi banget sich kumpulin kunang-kunang.”
“Ya, ini sekedar buat hiburan serta ingin menikmati cahayanya,” jawab dia.
“Ar, kamu sabar banget bisa menangkap segitu banyak kunang kunang.” Dia hanya tersenyum.
“Oh, ya, apa tidak kasihan kunang-kunang inikan juga ingin terbang bebas?” aku bertanya pada Ardi yang masih memandangi kunag-kunang itu.
“Sebenarnya sih yang kasigan, hanya saja karena aku ingin menikmat cahaya dari tubuhnya.”
“Kalau kasihan kenapa kamu tetap menangkpanya?”
“Kamu mau tidak 15 menit lagi kita lepaskan kunang-kunang ini di rerumputan hijau?” agkanya Ardi tak menghiraukan pertanyaanku.
“Gimana, mau nggak?”
“Boleh deh kelihatanya seru tuh!”
Aku bersama Ardi duduk bareng bersantai di teras sambil melihat kunang-kunang terbang dalamtoples dan bersinar lebih cerah karena pantulan kaca.
Malam semakin larut dan sunyi sinar bintang bintang menerangi canda tawa aku dan Ardi. Lima belas menit berlalu aku mengingatkan Ardi untuk segera melepaskan kunang-kunang ini.
Ketika aku dan Ardi akan berdiri mau beranjak tiba-tiba dari sudut jalan depan rumah terlihat Trisna yang berjalan menghampiri.
Dialah Trisna, cowok yang telah berhasil meluluhkan hatiku. Sapai dua bulan aku jadian Ardi belum tahu hal ini meskipun dia adalah teman karib Trisna. Sebab memang itu yang aku inginkan. Aku tak mau Ardi yang kelihatannya menaruh harapan padaku akan menelan kekecewaan.
Trisna sudah dekat kami, sorot curiga terlihat diwajahnya.
“Kok kalian berdiri mau kemana?’’ tanya Trisna memecah kebekuan.
Aku menjawab “Kita mau melepaskan kunang-kunang yang ada dalam toples ini,” jawabku agak gugup.
Apa kamu mau ikut?”Ardi memberi tawaran pada Trsina
“Yah boleh deh kayaknya seru banget tuch.”
Kami bertiga berjalan beberapa meter dari teras rumahku,
Ardi berjalan duluan dengan membawa kunang-kunang itu. Aku dan Trisna berada di belakang Ardi. Aku sama.
Dalam perjalanan Trisna memegang tanganku. Aku memandang dia dan tersenyum.
Tangan kami terlepas karena Ardi sudah sampai dan ketika itu pandangan sedikit curiga dari tatapan wajah Ardi kearahku dan Trisna.
Di rerumputan dan daun yang hijau aku, Ardi,dan Trisna memegang tutup toples dan membukanya.
Ketika tangan-tangan ini berpegangan satu sama lain aku merasakan getaran berbeda dari tangan Ardi, tangan Ardi terasa dingin berkeringat ketika memegang tanganku sedangkan tangan Trisna hangat sekali. Ah, apa ini karena Ardi benar-benar cinta padaku?
Cahaya hewan itu semakin cerah dan tampak ramai dikeremangan malam. Ketika toples terbuka Ardi berkata, “Aku ingin menemukan seorang perempuan yang mempunyai hati seperti kunang-kunang ini dia selalu bersinar untuk aku,” deg! Hatiku berdesir mendengarnya.
Setelah terlepas semuanya Trisna dan Ardi memandangku dengan penuh tanda tanya akupun menebak-nebak apa maksud yang dikatakan Ardi barusan dari tatapan mata Ardi ada cinta untuk aku tapi dia tak berani mengungkapkan padaku.
Dis, semunya sudah terlepas dan ini hampir malam kalau kamu mau ngobrol sama Trisna ngobrol saja dulu? Aku mau kembali kekosan, ngantuk.” Kata ardi berpamitan.
“Tris, titip Ardi ya?”
“Oke brow!”
***
“Yank apakah Ardi tau kalau kita sudah jadian?” Trisna bertanya padaku ketika Ardi sudah jauh.
“Kayaknya sih belum kan tadi dia tak pasang wajah yang curiga, eh, ya, maaf ya tadi aku memegang tangan Ardi. Gimana kerjaan pean hari ini?”
Ya, lhamdulillah lancar. Untuk kejadian tadi tak apa-apa kok, kan untuk menjaga hubungan kita juga.”
“Yank, sudah malam ayo pulang?”
“Ya udah ayo aku juga sudah ngatuk banget.”
Aku dan Trisna berjalan pulang. Trisna memegang tanganku rasanya tangan ini tak ingin terlepas.
Untuk yang kesekian kalinya pegangan tangan di Trisna rasanya menghangatkan hati ini yang haus dalam kerinduan akan hadirnya cinta dalam perjalanan itu Trisna bilang
“Yank sayangi aku apa adanya dan tetaplah menjadi gadis yang kukenal dengan kesederhanaanmu.”
“Jika anak-anak mulai tahu tentang kita siapkanlah hatimu untukku.”
“Mas aku akan berusaha siap sebab peanlah pilihan hatiku dan aku akan berusaha menyayangi pean sepenuh hatiku.” Kataku meyakinkan.
“Ardi gimana, apa dia pernah ungkapin persaanya ke kamu?” tanya Trisna ke aku.
“Dia belum pernah ungkapin perasaanya ke aku. Cuman dari kata-kata yang yang ia ucapkan ketika melepas kunang-kunang itulah kau tahu?”
“Tapi pean dah tahu kan jawabanku seperti apa? Aku milih pean.”
“Ya yank aku percaya hati kamu adalah untukku.”
Kami sudah sampai di rumah, sebelum aku masuk rumah Trisna memberikan tanda cinta dikeningku. Nyaman terasa. Trisna langsung balik, ketika ia sudah jauh...
“Dari kejadian barusan, sekarang aku tahu Dis, hatimu sudah milik temanku itu,” tiba-tiba Ardi keluar dari balik daun pintu. Aku kaget bukan main.
“Ardi, maafkan aku.”
“Nggak usah minta maaf, sebab memang aku belum pernah menyatakan cintaku padamu. Selamat Dis, semoga hubunganmu langgeng dengan Tris.”
“Makasih, Ar atas kebesaran hatimu.”
Aku masuk rumah dan mengakhiri malam itu dengan cahaya hatiku meski sedikit kesedihan juga karena aku menyembunyikan sesuatu di balik persahabatan. Akhirnya cintaku dengan Trisna di ketahui oleh Ardi. Meski pahit tentu itu lebih baik daripada aku terus menyembunyikan cintaku pada Trisna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto