Minggu, 03 Oktober 2010

Mengapa Cinta Berpaling Pada Sahabat
Oleh: Nurul Farida Fatmawati

Matahari terbit dengan kilaunya yang indah. Embun pagi masih mewarnai. Mimpi-mimpi malam masih belum bisa mengakhiri rangkaian-rangkaian hari esok Rida. “Tok..tok...” suara ketukan pintu terdengar dengan nyaring, hingga membuat kaget Rida dan bangun meloncat.
“Ah...jam berapa sih..! kok sudah dibangunin?” tanya Rida bercelotet.
“Woy..non matahari udah berdiri diatas tuh...!” jawab kakak Rida kecut.
“Ya ampun...kenapa baru bangunin sekarang? Aku kan ada les disekolahan, ih..kakak ini gimana sih!” celotet rida tiada henti.
“Ye...e..di bangunin nggak bilang makasih, malah ngomel nggak jelas.” Omel kakak Rida.
“Iya...iya... makasih kakakku yang bawel,” ucapan terimakasih yang diiringi jalan ke kamar mandi.
Cepat-cepat Rida mandi dan menganti baju tidurnya dengan baju seragamnya. Beberapa puluh menit kemudian, Rida sudah tampak batang hidungnya di sekolahan. Setelah les komputer Betrik salah satu sahabatnya Rida mengajak Rida untuk main kerumahnya. Ya, memang sekolah mereka masuk siang dan paginya biasanya ada ekstra atau les komputer dan olah raga pagi, dan saat itu waktu jadwal les Rida dan murid kelas VIII melangkah pergi meninggalkan para sahabatnya.
“Ngomong-ngomong, kamu berantem ya... sama pacar kamu, kok kemarin kalian nggak kayak biasanya deh...?” tanya Betrik heran.
“Nggak kok! Kemarin aku cuman diem-dieman saja sama dia. Memang kenapa?” jelas Rida.
“Syukur deh! Kamu nggak berantem sama pacarmu, ya nggak pa-pa sih! cuma nanya?” jawab Betrik.
Berjalan dan berbicara terus-menerus tak membuat Rida jenuh, malah ia senang bisa berbagi dengan yang lainnya. Tak terasa mereka sampai dirumah Betrik yang lumayan jauh dari sekolahan. Bercanda tawa masih mewarnai wajah dan hati mereka. Setelah lelah berbicara terus tiada henti, akhirnya mereka tertidur pulas. Setelah puas tidur, betapa kaget mereka ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.30 segera dan secepat mungkin mereka bersiap-siap berangkat sekolah.
“Trik ayo, cepat nanti telat lho...!” teriak Rida.
“Iya, lagi pakek parfum nich!” jawab Betrik.
Setelah Betrik keluar dari pintu kamarnya dan mereka berdua berjalan dengan cepat, tiba-tiba saja.
“Trik, tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Aku takut banget Trik.” Kata Rida memegang dadanya.
“Alah! Mungkin gara-gara kamu takut belum belajar Fiqih,” jawab Betrik menenangkan Rida.
“Ya...semoga itu benar,” jawab Rida masih takut.
Setelah sampai disekolahan betrik dan Rida masih duduk bersama di depan terasa kelas mereka bersama-sama sahabat lainnya Rida. Seperti biasa mereka selalu membicarakan cowok dan cowok dan tak lupa gosip-gosip mulai dari artis sampai teman-teman mereka sendiri.

“Rida.” Sapa Eka, Vivi, dan Nunik.
“Oh... kalian kukira siapa? Ada apa? Gabung yuk...” tanya dan tawar Rida.
“Gini da, e...e..., itu ...itu...itu...” kata Nunik gugup.
“E...itu ...itu apa sih! Jangan bikin aku kesel deh...!” marah Rida.
“Gini Ainun sahabat kita ternyata dia selingkuhan Udin pacar kamu,” jelas Eka tenang.
“Tapi kamu jangan marah dulu sebab, kita tahu itu semua, dari Anjar anak VIIIb,” tambah Vivi.
“Ah...kalian ini bergurau deh..! Udah deh! Nggak mampu deh! Jurus kalian tipu aku,” jawab Rida tak percaya.
“Kita nggak bohong. Kita bilang apa adanya, kalau nggak percaya tanya aja sendiri,” jawab Eka dengan nada tinggi.
“Jadi benar selama ini Udin hianatin aku? Jadi perasaanku selama ini benar? Aku salah apa?” tanya Rida bingung.
Masih menangis dan menangis. Rida tak henti-hentinya menangisi perhianatan cinta Udin. Sahabat-sahabat Rida lainnya mencoba menghibur Rida dengan berbagai cara tapi tak bisa juga menghentikan air mata Rida yang semakin lama semakin tak terbendung, bahkan saat ulangan Fiqih dimulai, Rida yang biasannya jenius dan hebat dalam pelajaran ini, ternyata bisa menjadi seseorang yang seakan-akan kehilangan akal dan fikirannya. Sampai-sampai menulis dan menghafal namanya sendiri tak mampu, yang dia ingat hanya Udin dan Udin. Sungguh kasihan Rida padahal ia anak yang periang dan suka bergurau menghibur teman-temannya yang jenuh. Tapi sekarang jangankan menghibur temannya tersenyumpun ia tak mampu.
Jam istirahat tiba, ternyata mendung menyelimuti hati yang cerah tadi. Sama seperti hati Rida yang diselimuti awan hitam tebal. Semua kelompok geng Rida berkumpul di depan pintu kelasVIIIb. Mereka sepakat untuk memaki habis-habisan Ainun. Namun betapa hancur habis hati Rida melihat Udin bercengkrama mesra dengan Ainun.
“Plak.” Suara tamparan yang begitu keras mendarat dipipi Ainun.
“He...kamu ini apa-apaan sih! Kita bisa bicara dengan kepala dingin,” bentak Udin.
“Memangnya cara kalian ini sudah baik, huh tak tahu diuntung,” Rida menjadi lebih emosi.
“Sudah, kalian jangan bertengkar, Rida memang aku salah tetapi maaf aku nggak bisa memendam perasaanku terus-terusan memendam cintaku pada Udin, karena...”
“Karena apa? Karena kamu jadi musuh selimut? Iya? Nggak nyangka aku kira kamu hanya konsen dalam belajar, tapi ternyata kamu konsem bikin hati Rida hancur!” sahut Eka panjang lebar.
“Persahabatan lebih penting dari segala-galanya, termasuk cintamu pada Udin,” tambah Nunik.
“Tapiaku harus bagaimana?” tanya Ainun.
“Bagaimana, seharusnya kamu lihat keadaan lihat esok, lihat yang akan datang dan yang akan terjadi,” kata Eka kasar.
“Aku tahu Ai, jarak cinta dan teman memang setipis mata pedang dan memendam rasa emang sakit banget, tapi nggak gini caranya,” Rida sesenggukan menjatuhkan mutiara hatinya.
Suasana kelas semakin panas. Udin memeluk Ainun seakan tak memandang lagi keberadaan Rida dan teman-temannya. Amarah Rida semakin memuncak. Tapi...
“Aku nggak suka sikap kamu yang seenaknya,” kata Udin meledak-ledak. Membuat puing-puing semakin kecil dalam hati Rida.
“Itu karena kamu yang mulai duluan, sekarang kamu pilih Ainun atau aku?” tanya Rida.
“Aku nggak tahu,” jawab Udin sambil menunduk.
“Meski kamu jawab nggak tahu tapi dari sorot matamu berbicara bahwa Ainunlah yang kamu pilih. Dan mulai sekarang kita putus, tus, tus, puas! Dan jangan tanya arti cinta padaku karena rasaku sudah mati sejak kau bunuh rasa itu, padahal kamu pernah janji. Lalu mana janjimu itu?” tanya Rida panjang lebar.
“Janji itu sudah mati pula dengan rasamu yang kubunuh,” jawab Udin kesal.
***
Mendung bergelayut di langit mewakili hati Rida yang sedang kalut dan penuh kabut. Karena cinta Rida menjadi pendiam. Yang dulunya riang sekarang menjadi muram. Yang dulunya senang kini meriang. Ah.. sampai kapan cinta itu menyiksa Rida. Kita ikuti cerita selanjutnya.
“Sampai kapan kau begini, Rida?” tanya Betrik penuh simpati.
“Aku nggak tahu, Trik. Cinta Udin begitu dalam menghunjamku,” jawab Rida.
“Tapi kamu tahu khan Udin sudah tidak cinta kamu lagi. Kenapa mesti kamu ingat-ingat dia terus?”
Pas ketika Betrik menyelesaikan kata-katanya melintaslah Udin dengan Ainun yang bergandengan mesra. Hati Rida menjadi sesak.
“Lihat itu, Da, apakah kamu mencintai Udin yang telah begitu tega menyakitimu. Ayolah Da, kau tahu khan sebentar lagi kita akan semester?”
Hanya sesenggukan yang dipakai Rida menjawab. Mereka berpelukan erat. Dengan penuh kasih Betrik mengelus-ngelus rambut Rida.
“Akan kucoba Trik, memang Udin sudah tidak pantas lagi menerima cintaku,” Rida sesenggukan.
***
Matahari bersinar terang, terlihat seorang cewek yang berlarian dengan senyum cerianya. Sesekali dari bibir manisnya keluar nyanyian Walau Harus Terangnya Peterpan.
“Hai, Trik, apa kabar nih, sudah jajan belum?”
“Hai kamu Rida, tumben wajahmu ceria banget, baru dapat apa nih?”
“Nggak dapat apa-apa aku hanya dapat pikiran baru koq,” ternyata cewek itu Rida.
“Pikiran baru?” terlihat Betrik penasaran.
“Ya pikiran baru non, masak nggak ngerti sih, khan kamu yang memberi pikiran baru itu,”
“Aku? Kapan? Betrik semakin penasaran?
“Dua hari yang lalu, Trik waktu kau memelukku. Setelah aku pikir-pikir benar juga apa yang kamu katakan,” kata Rida sumringah.
“Oh...,” Betrik melongo.
“Koq cuma oh mestinya kamu senang dong, kaulah yang bisa merubahku. Memang kau is the best friend, Trik,” kata Rida sambil memencet hidung Betrik.
“Aduh.. the best ya the best tapi hidungku juga bisa sakit non,” betrik pura-pura seowt.
“Oh.. maaf-maaf aku kelepasan saking senangnya melihat perubahan dalam pikiranku hari ini.”
“Kamu yang senang aku yang sakit nih!”
“Ya deh, maaf lagi,”
“Jadi Udin nggak diingat lagi nih?” pancing Betrik.
“Udin? Sudah lewat tuh,” kata Rida sambil mengibaskan tangan kananya. Betrik tertawa melihat tingkah temannya ini.
“Nah gitu dong Rida cantik,” kata Betrik seraya memeluk Rida. Mereka saling berpelukan. Erat sekali. Sebuah ending yang mengharukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto