Minggu, 19 Juli 2009


MURIDKU, MAAFKAN AKU


Sang surya baru saja menyembunyikan sinarnya. Warna cakrawalapun berganti menjadi lembayung senja. Suara gemerisik kelelawar mulai menampakkan dirinya diantara dedaunan pepohonan mangga. Kotekan ayam sayup-sayup terdengar berebutan dengan suara gemericik air di kamar mandi.
Pak Sodron baru saja pulang dari tugas rutinnya. Dia melepaskan kepenatannya setelah seharian disibukkan oleh kegiatan mengajar di dua sekolahan yang berbeda. Diletakkan pantatnya yang terasa panas akibat duduk di atas sadel motor, dihempaskan punggungnya yang terasa lunglai mungkin akibat hampir seharian dia berdiri di depan kelas.

Setelah beberapa lama dia duduk mulailah kebiasaannya muncul, yakni termenung. Melamun? Tentu saja bukan. Sudah beberapa bulan ini Pak Sodron setiap pulang dari mengajar sambil menunggu bedug Maghrib berbunyi selalu melakukan hal sama. Seperti kali ini Pak Sodron terlihat asyik dengan pikirannya sendiri seakan dia sedang melakukan dialog dengan seseorang, yang pada kenyataan adalah pikirannya sendiri.
Teringat di sekolah tadi ketika tangannya menampar seorang siswa laki-laki yang baru saja masuk kelas. Siswa itu menurutnya tak punya sopan santun karena masuk kelas tanpa mengucapkan salam malah berucap “Halo, apa kabar Pak Sodron yang imut” selain itu dengan gaya PDnya siswa tersebut menjajarinya seakan menyamakan tinggi badannya yang jangkung dengan Pak Sodron yang kecil. Tak ayal tanpa sadar tangannyapun melayang ke siswa tersebut.
“A….h, berdosakah apa yang kulakukan tadi?”gumam Pak Sodron hampir tak terdengar.
“Tentu saja berdosa!!” seketika Pak Sodron tersentak kaget ketika tiba-tiba disampingnya telah muncul sesosok orang yang sangat dikenal. Ya! Sosok itulah adalah orang yang sangat mirip dirinya.
“Si…siapakah kamu, berani--nya kamu memvonis diriku.”
“Bukan vonis yang aku lakukan, tapi memang begitu-lah kenyataannya. Apa yang kau lakukan tadi telah melenceng jauh dari niat awal ketika kau bertekad untuk mengabdikan dirimu dengan menjadi seorang guru.”
“Memangnya kamu tahu apa niat awalku?” tanya Pak Sodron
“Jangan berlagak bodoh, ingatkah kau pada masa kecilmu dulu ketika di MI begitu bencinya kepada seorang guru yang suka main tangan terhadap siswa yang bersalah?”
“Ya, aku ingat bahkan aku pernah ikut-ikutan menjadi korban tangan kasar guru tersebut?” Pak Sodron menimpali.
“Nah…jika kau ingat, lalu kenapa kau mesti bertanya bahwa yang kamu lakukan tadi berdosa atau tidak?”
“Ta..tapi ini lain, siswaku tadi telah menginjak-injak harga diriku, mentang-mentang badanya lebih besar dariku, beraninya dia menjajari aku sambil cengangas-cengenges di depan temannya yang akhirnya semua tertawa, tentu saja mereka menertawai diriku” elak Pak Sodron.
“Hei…harga dirimu yang mana? Memangnya kamu punya harga diri?” tanya sosok itu.
“Tentu saja aku punya harga diri” jawab Pak Sodron dengan bersungut-sungut. “Kalau aku tidak punya harga diri tentu sudah dari dulu aku sudah jadi gila,” lanjutnya.
“Ya…ya aku mengerti, tapi tentu saja kamu harus tahu dirimu dulu, sudah benarkah apa yang kamu lakukan selama ini di depan siswa-siswamu? Sudah benarkah apa yang kamu ucapkan kepada mereka? Sudahkan kamu memberi contoh tauladan yang baik?”
“Tentu saja sudah”
“Belum!” sosok itu langsung menyahut. “Apa yang kamu lakukan selama ini jauh dari kesan seorang guru. Kelakuanmu masih seperti orang jalanan, bicaramu jauh dari kesan seorang intelektual, dan bukan contoh yang baik yang kau tunjukkan selama ini kepada mereka. Ingat Dron, ketika kamu dengan sesenaknya menggoda siswamu yang perempuan, atau ingat khan ketika merokok di depan mereka? Bukankah hal tersebut contoh yang jelek?” suatu pertanyaan yang tidak perlu dijawab.
“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus selalu tampil manis di depan siswa-siswaku? Padahal kamu tahu khan begitu banyak permasalahan kuhadapi. Gajiku hanya cukup untuk sekedar mengepulkan asap di dapur, beberapa bulan ini istriku sakit-sakitan karena magnya kambuh lagi, sedangkan kedua anakku selalu menuntut aku untuk membelikan ini-itu, belum lagi mertuaku yang harus kujatah tiap bulannya” sungut Pak Sodron.
“Itu konsekwensi, Dron.” celetuk sosok itu singkat.
“Konsekwensi bagaimana?” Pak Sodron balik bertanya.
“Tentu saja itu konsekwensi orang hidup. Kamu ingin dimengerti khan oleh siswa-siswamu bahwa kamu punya permasalahan di luar tugas sebagai guru.” tanya sosok itu.


“Apa kurang jelas yang aku nyatakan tadi?” Pak Sodron balik bertanya.
“Ya, tapi sebagai seorang guru kamu juga harus mengerti bahwa siswamu juga manusia hidup yang tentu saja mereka punya permasalahan seperti yang kau hadapi. Sebagai seorang guru kamu sangat mengerti bukan bahwa kita harus menjadi seorang yang memandang siswa dari sudut pandang mereka, bukannya dari sudut pandang kamu!”
“Ya aku sangat mengerti itu, tapi ingat aku juga manusia yang punya emosi, mana mungkin aku diamkan seorang siswa yang seenaknya telah merendahkan diriku, memangnya aku ini apaan, bagaimana kata siswa yang lain ketika aku diam saja ketika ada perlakuan yang tidak wajar seperti tadi?” cerocos Pak Sodron.
“Justru aku salahkan jika kamu diam saja. Tapi yang jadi permasalah adalah kamu melakukan penyelesaian yang salah, dengan menampar siswa tadi kamu telah menjatuhkan harga diri dia di depan siswa yang lain, dan kamu telah membuat imej bahwa kamu adalah seorang yang pemarah. Apa dengan kamu menampar permasalahan menjadi selesai. Tidak bukan? Permasalahan akan menjadi berlarut-larut dan secara perlahan kamu telah membangun gudang kebencian bagi sebagian siswa!” khotbah sosok tersebut.
“Ah…sudahlah, aku mulai kehilangan kesabaran menghadapi khotbahmu itu, minggi…rr aku letih!” teriak Pak Sodron sambil mengibaskan tangannya.
“Aduh, apa-apaan Pakne ini” sosok itu mengaduh.
Pak Sodron mengerjap-ngerjapkan matanya. Celingak-celinguk kekanan dan kekiri. Pak Sodron bingung dimana sosok tadi. Apalagi setelah sosok tadi telah berganti menjadi seorang wanita anggun, siapa lagi kalau bukan istrinya.
“Aduh..maaf Bukne, tak sengaja. Bukne tahu nggak laki-laki barusan yang ngomong sama aku,” tanya Pak Sodron.
“Laki-laki yang mana?” Bu Sodron jadi bingung. “Dari tadi Pakne sendirian di sini sambil ngorok, waktu mau aku bangunkan eh malah aku kamu pukul. Makanya aku tadi teriak.”
“Lho jadi tadi aku ketiduran tho, pukul berapa sekarang?” tanya Pak Sodron.
“Pukul Tujuh Belas lebih lima, sudah sana cepet mandi, uh…baunya sampai dapur” celoteh Bu Sodron.
“Ah…Bukne ini ada-ada saja aku tadi khan sebelum ke Canggu sudah mandi tho, pake minyak wangi lagi, tapi sebentar,” Pak Sodron mencium ketiaknya, “Iya emang bau ya, waduh pantesan tadi kutu rambutku banyak yang jatuh pingsan.” lanjutnya. Bu Sodron tersenyum.
Pak Sodron beranjak dari duduknya. Di kamar mandi tak urung mimpi barusan masih terngiang-ngiang di telinganya. Sungguh mimpi yang aneh seakan dia bertemu dengan dirinya yang selama ini dirindukannya. Sosok yang penyabar, berpikir sebelum bicara, memakai perasaan sebelum bertindak. Yah, memang itulah yang dinginkan selama ini.
“Ah, rupanya aku telah dingatkan Allah SWT. Maafkanlah muridku, gurumu yang bodoh ini. Aku janji setiap habis shalat kamu akan ku do’akan bahkan bukan kamu saja teman-temanmu juga akan ku do’akan agar berhasil menempuh belajar. Tapi aku juga minta kepada Allah agar kalian juga diberi kesadaran bahwa aku ini juga manusia seperti kalian juga yang tentu saja tak luput dari kekhilafan.” Gumam Pak Sodron dalam hati.
“Pakne…cepetan, aku kebelet pipis nih, masak sudah setengah jam di kamar mandi masih belum kelar juga mandinya?” Teriak Bu sodron dari luar.
“I…iya Bukne, sebentar ini juga mau selesai.” terhenyak Pak sodron dari lamunannya. “Waduh aku melamun lagi rupanya, untung tidak ketiduran.” (Abd. Haris)

7 komentar:

  1. Assalamualaikum.Wr.Wb
    hy muz makin hari qm makin bagus aja n axiz.Q punya komentar nic buat kamuz.Cerpen ini bagus, menarik dan bermanfaat bagi siswa-siswi al-musthofa untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan kepada guru.Sehingga guru tidak melakukan hal-hal yang tidak di inginkan.
    {Avif Ardukah klaz 9c}

    BalasHapus
  2. assalamualaikum.Wr.Wb
    ciang muz... aku suka bangtz ma crpen ni coalnya bermanfaat bagi semua yang membca dan bisa diambil dampak positifnya, aku ingin kmuz bwt yang lebih mengharukan dan bagus!!!!
    (Artia eka santi klz IX A)

    BalasHapus
  3. assalamualaikum.wr.wb
    cxiank mucz....
    pk hriz emg jagox bwd cerpen, cerpennya bguz"
    and nggak ngebosenin.

    BalasHapus
  4. asskum mus,
    pk haris pintr banget ce?

    nma :muh,nur shokip
    kls: XI IPS

    BalasHapus
  5. hay mus,
    cerpenya bagus" pak.....
    emang pkk haris jago banget dech....
    nma : puji retnowati
    kls: xI ips

    BalasHapus
  6. pk pn kuq jgo banget ce buat cerpen ..... lain kali ajarin dong pak ?
    buat kamus makin sukses......
    nama : indriana sari
    kls: XI ips

    BalasHapus
  7. asskum mus,bgus banget pk cerpennya.

    nma :putri yulia N.
    kls: xI ips

    BalasHapus

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto