Jumat, 29 Januari 2016

Tawadhu' Hilang Barokah Melayang



Oleh: Intan Permatasari (XB), Anis Munawaroh (XB), & Husnul Khotimah (IXD)


Ketika Shobat sedang ada pelajaran, apa yang biasanya Shobat lakukan? Shobat tidak perlu menjawab, Kamus sudah tahu kok. Pasti yang Shobat lakukan adalah tak menghiraukannya ada juga yang menyimaknya. Apalagi jika tidak menghiraukannya dengan cara bergaduh atau mengolok-olok guru yang sedang menjelaskan materi.
Di zaman kini tak sedikit orang pandai. Namun, banyak yang lupa. Seolah-olah kepandaian dan kekayaan ilmunya terjadi dengan sendirinya tanpa tersentuh dan doa dari para guru yang pernah mengajari mereka dengan ikhlas.
Islam sangat menganjurkan agar umatnya menghormati para ulama dan guru-guru mereka. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim dijelaskan cara menghormati guru, diantaranya: tidak boleh berjalan di depan guru, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, dan bila di hadapan gurunya tidak boleh memulai pembicaraan kecuali atas izinnya. Murid mestilah mendapatkan ridha dari gurunya.
Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang bersikap tawadhu’ semata-mata karena Allah SWT, Allah SWT akan meninggikan derajatnya meskipun ia merasa dirinya kecil, tetapi di mata manusia ia begitu besar. Dan siapa yang bersikap takabbur, maka Allah SWT akan merendahkannya. Ia dalam pandangan manusia begitu kecil, meskipun ia merasa dirinya besar. Hingga ia lebih hina daripada anjing dan babi.” (HR. Al-Baihaqi).
Pada hadis diatas Rasulullah SAW mengatakan bahwa Allah SWT akan meninggikan orang yang tawadhu’ dan merendahkan orang yang sombong. Bahkan kerendahannya melebihi anjing dan babi. Sebuah peringatan keras yang menunjukkan betapa sikap tawadhu’ harus dilakukan, karena orang yang tidak tawadhu’ pasti ia merasa sombong. Inilah yang direndahkan derajatnya oleh Allah SWT. Shobat tidak mau kan derajatnya direndahkan oleh Allah SWT?
Tawadhu’ adalah sifat yang amat mulia. Namun, sedikit orang yang memilikinya. Ketika orang sudah memiliki gelar yang mentereng dan berilmu tinggi serta memiliki harta yang mulia, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati alias tawadhu’.
Tawadhu’ juga bermakna patuh terhadap kebenaran, menerima nasihat dari siapapun datangnya. Baik dalam keadaan suka, murka, dan duka. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu “Kian berisi, kian merunduk”. Apalagi jika siswa yang memiliki prestasi atau tergolong siswa yang aktif akan rasa tawadhu’ terhadap guru sudah banyak yang musnah.
Tawadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sifat sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak. Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah dari pada orang lain yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia dari pada dirinya.
Namun, mengapa saat ini banyak siswa yang menghilangkan sifat Tawadhu’? mungkin perlakuan para siswa terhadap guru saat ini banyak yang melenceng. Itu dampak dari menonton acara yang tidak mengandung unsur pengetahuan tetapi mengandung unsur yang tidak patut ditiru oleh pelajar.
Ilmu tidak akan bisa diperoleh secara sempurna kecuali dengan diiringi tawadu’ si murid terhadap gurunya shobat, karena keridhohan guru terhadap murid akan membantu proses penyerapan ilmu. Tawadhu’ murid terhadap guru merupakan cermin ketinggian kemuliaan si murid. Tunduknya kepada guru justru merupakan kemuliaan dan kehormatan baginya.
Seringkali para murid menganggap guru sebagai teman, ya memang peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, dan sebagai orang yang menguasai bahan yang diajarkan shobat. Tetapi seringkali para murid menganggap seorang guru itu seperti teman biasa tidak ada rasa patuh sama sekali.
Hilangnya perilaku ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pengaruh TV. Anak zaman sekarang mudah terpengaruh sama teman sebayanya ataupun tayangan yang tidak mendidik.
Nah, agar kita tidak terjerumus pada hal ini maka ikutilah kiat-kiat berikut
1.Berfikirlah dari apa kita diciptakan
Jika seorang musim bisa mengukur diri, dan menyadari siapa dirinya dia akanmenilai bahwa dirinya adalah insan yang rendah dan hina karena manusia bila dilihat dariasal pencipta berasal dari setetes mani yang keluar dari saluran air kencing, kemudian menjadi segumpal darah, segumpal daging dan akhirnya menjadi insan.
2.Hindari diam
Hindari segala sesuatu yang mendekatkan kita pada hal yang mendekatkan kita pada hal yang jelek. Setidaknya kita diam dan tidak menanggapi hal yang tidak jelas.
3.Menjaga perasaan guru
Selalu jaga sikap dan perkataan saat dengan guru, karena jika hati seorang guru tersakiti. Maka pada saat proses belajar mengajar, guru tersebut akan memiliki rasa tidak ikhlas dalam menyampaikan ilmunya pada kalian shobat.
  Nah,itu tadi merupakan penjelasan tentang hilangnya tawadhu’pada guru. Bergaullah dengan yang baik dengan siapa saja dan jauhkan diri dari sifat sombong dihadapan hamba Allah SWT yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto