Jumat, 29 Januari 2016

Harus Menonton Sinetron!



Oleh: Umi Fadilah (XIIPA)

Waduh, sorry ya, aku harus pulang, CHSI (Catatan Hati Seorang Istri) sudah mau main, nih!” teriak Wella pada temannya yang sedang bercengkrama.
“Ups, iya nih, Ramayana sebentar lagi kan juga mau main!” timpal yang Dela.
“Halah kalian kok sukanya sinetron untuk orang dewasa, aku nih, penggemar GGS (Ganteng-Ganteng Srigala), keren-keren lho pemainnya!” ejek Zalia pada kedua temannya.
Yup, apalagi perbincangan yang paling asyik di tengah-tengah obrolan kita kalau tidak membicarakan sinetron. Olahraga? Males dong, wong prestasi bangsa kita tak pernah beranjak dari angka belasan. Mau ngomong politik, bosan kan, melihat orang selalu bertengkar dan korupsi. Bicara kebudayaan, apanya yang dibicarakan lha wong kita-kita nggak pernah mengerti tema apa yang lagi hangat diberitakan. Apalagi ngomong pelajaran, waduh tambah puyeng, di rumah kan waktunya bersantai, begitu jawaban kita.
Akhirnya sinetron yang jadi obrolan hangat. Sebab memang itu yang paling dikuasai dan paling disukai. Diaduk-aduknya emosi kita membuat kita selalu ketagihan untuk selalu melihatnya. Jangankan ketinggalan 2 episode, ketinggalan ¼ jam saja seakan-akan ada yang hilang dari hidup kita.
Satu episode selesai, penasaran kita semakin membuncah sehingga esoknya jangan sampai terlupa untuk melihatnya. Pesan ke mama, ke papa, kalau ada, ke nenek bahkan ke pembantu (kalau punya sih) agar mengingatkan pada jam sekian lebih sekian kita harus diingatkan bahwa sinetron kesayangannya akan segera main.
Satu cerita telah selesai, muncul lagi pengganti yang semakin menggiurkan, akhirnya pantat kita akan selalu tertancap pada tempat duduk yang sama.
Efek dari kegiatan yang dianggap bermanfaat ini, kita semakin terpesona dengan televisi. Kotak ajaib ini dengan secara sadar membius kita agar jangan pernah meninggalkannya. Ujung-ujungnya bagi pelajar, belajar terbengkalai, meski belajarpun tapi masih juga ingatan tertuju pada sinetron yang kemarin dilihatnya. Bagi ibu rumah tangga, tak ada kegiatan lain yang lebih penting selain menonton televisi. Tak peduli nasi belum ada, sayur belum masak, lauk belum diberi bumbu.
Bagi Bapak-bapak acara jam’iyahan tahlil, istighosah, yasinan lebih mudah ditinggalkan ketimbang menonton film/sinetron kesayangan. Nggak lengkap rasanya kalau sehari saja mata tidak menonton televisi.
Sekarang kembali kepada Shobat Kamus semua. Berapa jam waktu dihabiskan di depan televisi? What’s! 6 jam! Bukan angka yang sedikit untuk ukuran kita yang semestinya lebih banyak berkutat pada buku.
Sekarang bandingkan dengan kegiatan kita lainnya, belajar di sekolah maksimal cuma 7 jam. Itupun terpotong dengan jam istirahat. Kalau waktu membantu ibu paling cuma 1 jam, sedangkan waktu bermain kita lebih dari 6 jam, bukan? Apalagi jika dibandingkan dengan sholat kita. Seandainya sholat kita lengkappun tak akan menghabiskan waktu sampai 20 menit.
Ternyata Shobat, jika kita mau berfikir lebih banyak dalam kehidupan kita yang digunakan untuk hal yang bermanfaat. Lebih banyak untuk senda gurau, bermain, dan tidur. Jika demikian, masih pantaskah kita menginginkan menjadi orang sukses, tentu jauh panggang dari api.
Jika tidur masih bisa ditolelir, belajarlah mulai sekarang untuk tidak memaafkan diri sendiri yang selalu memanfaatkan waktu senggang hanya dengan melihat televisi. Mending jika yang kita tonton adalah acara berita atau pengetahuan umum. Sedangkan kita selama dengan tulus ikhlas pikiran kita diracuni oleh sinetron-sinetron sampah yang tanpa permisi menyelusup ke dalam rumah kita mencuci otak kita dengan berbagai budaya yang sama sekali tidak sesuai dengan adat ketimuran dan juga agama.

Jika Shobat tidak terima dengan pendapatku ini, sekarang mari mencari contoh kecil-kecilan betapa sinetron yang kita tonton selama ini adalah sinetron sampah dan berpotensi meracuni otak kita.
Misal, kepatuhan kita pada guru-guru, ternyata rasa hormat kita kepada orang yang telah mentransfer ilmu mereka kepada kita semakin hari semakin berkurang. Tak ayal kita justru menganggap guru adalah teman akrab kita. Ketemu di jalan kita say hello bukannya ucapan salam. Itu masih mending, lebih seringnya kita malah pura-pura nggak tahu bahwa ada guru yang akan berpapasan dengan kita.
Di kelas, tak ada lagi sekat antara guru dan murid. Shobat sering bukan mendengarkan celotehan teman-teman kita yang tanpa beban dosa mengejek guru-guru yang sedang mengajar, bahkan ada yang berani menggoda mereka sehingga guru mendapat ‘kecelakaan’ kecil, kita menertawakannya. Dan kita puas telah menggoda guru kita.
Sadar tidak, itu adalah perilaku yang identik dengan adegan di sinetron-sinetron Indonesia. Dan secara mentah-mentah kita menirunya seakan-akan itu adalah sebuah kewajaran dan memang harus kita lakukan karena kita kan masih remaja. Naudzubillah.
Begitulah sinetron telah mengacak-ngacak akhlak dan norma-norma kita. Menembus dinding kesadaran kita, merombak tatanan sopan santun yang sudah mapan menjadi tatanan yang dianggap modern tapi malah membuat lingkungan masyarakat semakin amburadul.
Maka, mulai saat ini kuatkan dalam hati kita tidak lagi menonton sinetron yang jauh dari dunia nyata. Menjauhi tontonan yang tidak bermanfaat. Membuang jauh-jauh acara yang hanya menonjolkan penentangan agama dan melanggar syariat. Menutup mata serta telinga terhadap acara lelucon jorok, mengetengahkan kekerasan fisik. Agar hati kita kembali menjadi bersih dan jauh dari kontaminasi budaya maksiat. Segera buang televisi ke dalam sampah.
Kenapa, berat! Tentu saja hal ini akan menjadi sesuatu yang berat kita lakukan jika tidak ada tekad baja untuk mencobanya. Setidaknya setelah membaca artikel ini Shobat semua menjadi berfikir, sudah benarkah pilihan tontonan Shobat selama ini. Jika ternyata salah, maka mulai saat ini cobalah lebih selektif untuk memilih dan memilah acara. Agar informasi yang Shobat terima adalah informasi yang memperkaya pengetahuan kita. Sehingga tidak ada lagi slogan, WAJIB MENONTON SINETRON! Selamat mencoba!(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang

Anda masuk ke dalam komunitas Majalah Kamus,majalah yang dikelola oleh Siswa-siswi MI. MTs.MA. Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto